Selasa, 30 Desember 2014

Benua yang Hilang: Tempat Penciptaan dan Kediaman Adam-Eva, Beserta Listofernya

Benua yang Hilang: Tempat Penciptaan dan Kediaman Adam-Eva, Beserta Listofernya

Oleh Chris Boro Tokan

Pendahuluan

 Dalam firman tentang Abraham yang disebut TUHAN tentang Negeri Asal, maksudnya negeri/daerah/wilayah kediaman Abraham yang Asli, sebelum negeri Israel yang dijanjikan ALLAH. Kitab Kejadian (Genesis) Pasal 12, menggambarkan Abram dan keluarganya telah memenuhi panggilan Allah untuk keluar dari negeri asalnya Haran dan menjadi seorang pengembara di negeri asing Kanaan. Tuhan mempunyai rencana jangka panjang, bagi keturunan Abraham yaitu bangsa Israel untuk mewarisi tanah Perjanjian. Lebih lanjut dalam kajian tentang negeri asal (Kediaman Asli) Abraham, (begitupun Nuh sebelumnya), tentang negeri asal yang asli ini menjadi begitu misteri di dalam Kitab Kejadian. Kemisterian ini tentu terus merujuk kepada daerah/wilayah AWAL MULA dari PENCIPTAAN, yang menjadi area penciptaan sekaligus kediaman Adam dan Eva sebagai manusia awal mula ciptaan TUHAN.

Dengan demikian telusuran kritis Lokasi Eden menurut Jewish Encyclopedia: penulis-penulis ternama mengatakan: Targum Yerushalmi menerjemahkan Havalilah dengan Hindiki [HIndustan atau India], dan membiarkan Pison tidak diterjemahkan, Saadia Gaon, dalam terjemahan Arab-nya, menerjemahkan Pison sebagai NIL, yang ditertawakan oleh Ibn Ezra sebagai “sudah jelas-jelas diketahui bahwa Eden berada lebih jauh ke selatan, di Khatulistiwa”. Nahmanides sepakat dengan pandangan ini. Ceritra kedatangan orang Yahudi di Yerusalem dari “Aden, tanah tempat Gan Eden [maksudnya Garden of Eden atau Taman Eden] yang termashur dan ternama berada, yaitu di tenggara Assyria”….Sungai Pertama, Pison kemungkinan mengarah ke sungai Indus, yang mengelilingi Hndustan, memperkuat Targum Yerushalmi, (Dalam Arysio Santos , “Atlantis The Lost Contonent Finally Found, (1997), Indonesia Ternyata Tempat Lahir Perdaban Dunia” (2009), hal.505-506).

Atlantis, Daratan Awal-Mula Penciptaan

Secara akademis, rujukan tentang Benua Atlantis yang Hilang, Arysio Santos melaluibukunya “Atlantis The Lost Contonent Finally Found, (1997), Indonesia Ternyata Tempat Lahir Perdaban Dunia” (2009) antara lain melalui pembuktian Geologis dan Vulkanis, kajian berbagai perkembangan peradaban dan kebudayaan besar di dunia. Begitupun Stephen Oppenheimer dalam bukunya “The Eden is East,(1998), Surga di Timur” (2010) merujuk ke Kepulaun Sunda Kecil (Nusa Tenggara Timur/NTT-Nusa Tenggara Barat/NTB) dan Maluku, Sulawesi yang antara lain membuktikan dengan Gen Asli menunjuk awal mula penyebaran Manusia di dunia dan Bahasa Autronesia sebagai Bahasa Asli sumber segala bahasa di dunia. Tentu jauh hari sebelumnya garis Wallace-Weber telah membuktikan asal flora-fauna di Dunia Lama, yakni Dataran POROS (NTT-NTB-Maluku, Sulawesi) sebagai wilayah pembagi ke Dataran SAHUL/Timur (Irian-Aru menyatu AUSTRALIA), dan ke Dataran SUNDA/Barat (Jawa Purba:Jawa-kalimantan-Sumatra yang menyatu ASIA). Dalam arti flora-Fauna di Dataran SAHUL tidak bisa ke Dataran SUNDA, begitupun sebaliknya Flora-Fauna yang ada di Dataran SUNDA tidak bisa ke Dataran SAHUL (Bandingkan dengan Peta  buatan Dr. Harold K. Voris, Kurator dan Kepala Departemen  Zoologi pada Field Museum, Chicago, Illinois, dalam Arysio Santos hal. 104 dan 150).

Dalam arti dapat tercermati bahwa negeri asal/asli Nuh, Abraham, tentunya wilayah ciptaan awal mula, yang sesungguhnya menjadi wilayah penciptaan dan kediaman Adam dan Eva, yakni di Dataran POROS (dengan pulau-pulau kecil lain di lautan pasifik, termasuk filipina). Wilayah/Dataran ini sebagai listofer (Daratan Baru yang muncul) akibat tenggelamnya benua (Atlantis), yang populer disebut Benua Atlantis yang hilang itu.

Hilangnya Benua Atlantis, dalam dialektika geologi (Bandingkan dengan Alan Woods dan Ted Grant: ‘Reason in Revolt, (1996) Revolusi Berpikir Dalam Ilmu Pengetahuan Moderen”, (2006), hal. 285-332 dapat tertelusuri dalam proses pemecahan massa benua. Sebelum pemecahan massa benua tahap pertama, zaman Pangea (Paleozoikum), Zaman Hidup Tua selama 340 juta tahun. Maka telah lebih dahulu berlangsung Zaman Archeatikum (Arkeazoikum), Zaman Belum ada Kehidupan, yakni zaman yang sangat panas yang berlangsung selama 2500 juta tahun. Zaman ini teryakini secara religius sebagai sedang ada persemaian kehidupan (“pengeraman kehidupan”), yang dilakukan oleh Sang Maha Pencipta. Dalam zamanArchaean secara ilahi Bumi dierami (dipanasi) oleh Roh, yakni “Roh Tuhan melayang-layang di atasnya” Genesis 1:2, untuk pembentukan massa bumi (benua)http://filsafat.kompasiana.com/2012/07/04/awal-mula-kehidupan-adalah-roh-dari-ketiadaan-melalui-ketiadaan-menuju-ketiadaan.

.Bumi (awalnya massa benua) yang telah mencapai usia 4,6 milyar tahun, era awal kehidupan dimulai dalam zaman palaeozoikum, yang selanjutnya dikenal juga denganzaman hidup tua. Zaman ini dalam dialektika Langit (Matahari/Bulan) dengan Bumi melahirkan makluk hidup Gangga Laut mewakili flora dan Ikan mewakili faunahttp://filsafat.kompasiana.com/2012/07/05/matahari-salib-empat-sungai-surga-awal-kehidupan/. Bandingkan Injil Yohanes 1: 1-6: Pada mulanya adalah Firman, firman itu bersama-sama dengan Allah, dan  firman itu adalah Allah. Ia  (baca: roh, sabda, firman) pada mulanya bersama-sama dengan Allah. Segala sesuatu dijadikan oleh Dia dan tanpa Dia tidak ada suatu pun yang telah jadi dari  segala yang telah dijadikan. Dalam Dia ada hidup dan hidup itu adalah terang manusia. Terang itu bercahaya di dalam kegelapan dan kegelapan itu tidak menguasainya.

Tahap pertama pemecahan massa benua di zaman Pangea (Palaeozoikum), Zaman Hidup Tua selama 340 juta tahun, yang terbagi lagi dalam Zaman Primer Hidup Tua selama 140 juta tahun, yakni penentuan Sumbu Timur dan Sumbu Barat massa benua dengan dialiri samudra Lethis. Penentuan sumbu Timur dan sumbu Barat itu menjadi tittik-titik terbentuknya Garis Equator (Garis Khatulis Tiwa) yang menghubungkan wilayah Timur dan Wilayah Barat Sekaligus membagi wilayah utara massa benua dengan Laurasia, sedangkan wilayah selatan massa benua dengan Gonwandaland.

Tahap kedua Pemecahan massa benua terjadi di Zaman Mezosoikum, Zaman Hidup Menengah, selama 250 juta hingga 65 juta tahun, yang berakhir 75.000 tahun lalu. Saat itu Daratan India masih di posisi Selatan Katulistiwa bagian Timur, sehingga India merupakan bagian dari benua yang hilang itu. Saat itu juga ada Australia dan Antartika, sedangkan Papua (Irian) tidak dalam satu daratan dengan benua yang hilang itu, karena saat itu menjadi satu daratan dengan benua Australia. Begitupun daratan Jawa Purba (mencakup kekinian Pulau Jawa-Sumatra-Kalimantan dan Pulau-pulau Kecil di sekitar) bagian dari Laurasia.

Tahap ketiga pemecahan massa benua, menjadi tahap yang menenggelamkan Benua Atlantis (benua yang hilang, 75000 tahun lalu), yakni terbelah Daratan Amerika dari Utara ke Selatan, bergerak ke Timur menghantam (menghancurkan) Benua yang hilang/Atlantis. Afrika terlepas dari bagian Daratan Amerika Selatan, bergerak ke Barat, dan meluncur ke atas menempel pada Laurasia /Dataran Eropa, sehingga membentuk pegunungan Karpatia, mengurung Samudra Lethys (Samudra Purba) di sumbu Barat menjadi Laut Tengah keknian. Benua Australia bergerak naik dengan melepaskan Daratan Papua (Pulau Papua kekinian) ikut menghantam Benua yang hilang/Atlantis, mengakibatkan Daratan India terdorong naik menempel Laurasia/Daratan Asia, sehingga membentuk barisan pegunungan Himalaya. Pembentukan barisan pegunungan Himalaya berakibat menekan ke bawah daratan Asia Tenggara (Jawa Purba dengan berbagai deretan pegunungan) ikut menindih lempeng Benua Atlantis yang sudah tertabrak (dihancurkan) oleh lempeng Benua Amerika dan Benua Australia itu. Penghancuran benua Atlantis, membuat zamudra Purba di sumbu Timur (Pasifik) terbagi ke zamudera Hindia dan zamudera Atlantik.

Terpahami tahap ketiga pemecahan massa benua, dalam Dialektika Geologi, dituntun mitos Permusuhan Dua Bersaudara, yakni Kain/ si Kakak versus Abel/ si Adik (mitos ini terkisahkan dalam Oppenheimer Eden is The East, Surga di Timur, hal. 405-406)http://sosbud.kompasiana.com/2011/09/20/dialektika-geologi-nusa-tenggara-maluku-dan-misteri-india-dalam-mitos-permusuhan-dua-bersaudara-mengenai-penghayutan-benua/. Model penghayutan benua melalui mitos penghancuran oleh Ekor Ikan Raksasa/si Adik, (pencermatan kami sebagai bencana vulkanik/letusan gunung berapi di dalam samudera). Sedangkan penghancuran benua melalui mitos senjata geografis Tombak/si Kakak, (dalam pencermatan kami sebagai bencana vulkanik/letusan gunung berapi di daratan). Bencana Vulkanik ini dapat terpahami dalam Arysio Santos melalui bukunya The Lost Continent Finally Found, hal.61-160 , bahwa kejadian itu di Indonesia dalam letusan Gunung Toba (di darat) dan Gunung Krakatau (di Laut). Pemahaman ini tentu membantu upaya menyingkap misteri benua yang hilang sebagai akibat akumulasi letusan gunung berapi baik di dalam samudra maupun di daratan mengepung wilayah Poros/Benua Atlantis. Dapat tertelusuri dari aspek geologis pertemuan lempeng-lempeng benua menghimpit lempeng Benua Atlantis. Saling bertubrukan: Australia dari selatan, Amerika dari barat, dan Asia akibat tubrukan India membentuk Pegunungan Himalaya (akumulasi tubrukan Afrika terhadap Eropa membentuk pegunungan Karpatia) menyebabkan tubrukan lempeng Asia Tenggara dari atas membentuk listofer Jawa Purba, maka terhanyutlah Benua Atlantis.

Listofer Benua yang Hilang

Terhanyutnya Benua Atlantis 75.000 tahun lalu mengakhiri zaman Mezosoikum yang berlangsung selama 250 juta hingga 65 juta tahun, sedangkan tenggelamnya benua Atlantis dalam versi Plato 11.000 tahun lalu itu, menjelaskan bencana banjir Nabi Nuh yang mengakhiri zaman Es/akhir zaman Neozoikum, di mana zaman ini berlangsung selama 60 juta hingga 600 ribu tahun. Benua Atlantis yang hanyut 75.000 tahun lalu akibat terkepung tubrukan lempeng tiga benua (Australia dari selatan, Amerika dari Barat, Asia Tenggara dari Utara akibat tubrukan India), memaksa muncul listofer (daratan baru) yang tertebar berbagai pulau-pulau di wilayah Poros (bandingkan garis Wallace-Weber), serta berbagai pulau yang berserakan di zamudera Pasifik, juga Kepulauan Filipina. Tebaran daratan baru dari benua yang hilang (listofer), terapit oleh dua lempeng samudera yaitu zamudera Pasifik dan zamudra Hindiahttp://sosbud.kompasiana.com/2012/07/24/cendana-cengkeh-pala-sebagai-pembuka-tabir-misteri-geografis-atlantis-yang-hilang/.

Sesungguhnya lempeng samudra Pasifik sebagai lempeng utama zamudera Purba (Pasifik)di Timur dengan lempeng Benua Purba yang hilang (Atlantis) menyatu dalam lempeng Zamudra Lethys di Barat saat pemecahan massa benua tahap pertama di zaman Paleozoikum/ zaman Pangea. Disebut zaman Pangea, karena saat itu terbentuk massa benua (Pangea) yang terbagi ke dalam Laurasia/Utara danGonwandaland/Selatan melalui penarikan titik-titik garis (garis equator/khatulistiwa). Penarikan garis itu yang mempertemukan Sumbu Timur dengan Sumbu Barat dari Pangea. Kemudian saat pemecahan massa benua tahap kedua di zaman Mezosoikum, di mana menghasilkan Daratan dengan kehidupan Awal di dunia (Australia, Antartika, Atlantis/India) di Gonwandaland/ Wilayah Selatan Khatulistiwa, arah Timur, menempatkan zamudra purba di Timur (Lautan Pasifik). Dalam pemecahan massa benua tahap ketiga membagi zamudra purba di Timur (Pasifik) ke zamudra Hindia dan Zamudera Atlantik, sedangkan zamudra purba di Barat terjebak ke dalam Laut Tengah kekinian akibat tubrukan Afrika dan India terhadapLaurasia/Eropa-Asia.

Pemecahan massa benua tahap ke 3 mengakhiri zaman Mezosoikum 75.000 tahun lalu: Amerika terbelah dari utara (sehingga terpisah dengan Eropa) ke selatan (sehingga terpisah dengan Afrika). Menyebabkan Afrika bergerak naik menubruk Eropa terbentuk pegunungan Karpatia. Bersamaan India bergerak dari bawah menubruk Asia terbentuk pegunungan Himalaya, yang memaksa daratan Asia (Asia Tenggara) bergerak ke bawah terbentuk daratan baru (listofer) Jawa Purba menghimpit dari atas lempeng benua yang hilang. Maka samudra Purba di Timur (Pasifik) itu terbagi menjadi samudera Hindia dan samudera Atlantik. Sedangkan samudra Purba di Barat (Lethys) terjebak sampai kekinian menjadi Laut Tengah di Eropa sebagai akibat akumulasi tubrukan Afrika terhadap Eropa membentuk pegunungan Karpatia (Afrika yang bergerak naik dari Selatan Katulistiwa arah Barat, karena terlepas dari Amerika Selatan). Bersamaan dengan tubrukan India terhadap Asia membentuk pegunungan Himalaya (India yang bergerak naik dari Selatan Katulistiwa arah Timur karena tubrukan lempeng benua Australia terhadap lempeng Benua yang Hilang/Atlantis) sehingga muncul listofer (daratan baru) Jawa Purba sebagai bagian dari Laurasia/Asia.

Listofer Benua yang Hilang (wilayah Poros: Kepulauan Nusa Tenggara minus Bali, Kepulauan Maluku, Pulau Sulawesi), ke Utara termasuk Kepulauan Filipina, sedangkan ke Timur mencakup tebaran pulau-pulau di zamudera Pasifik. Ke wilayah Selatan mencakup Selandia Baru, sedangkan ke wilayah Barat mencakup Madagaskar saat itu berposisi dengan India yang masih berada di belahan Bumi Selatan Khatulistiwa arah Timur. Wilayah dimaksud menegaskan ukuran luas, sekaligus letak geografis Benua Atlantis (Benua Yang Hilang) saat pemecahan massa benua tahap 2 (Bandingkan dengan Peta Wilayah Kekaiseran Atlantis Tempo Dulu yang Mahaluas yang dibuat Leo Frobenius (1873-1938), direprodukdi dalam Arysio Santos, hal. 256). Sedangkan Posisi pulau Irian (Papua), merupakan daratan baru yang terlepas dari lempeng benua Australia di saat lempeng benua Australia bergerak dari selatan menubruk benua Atlantis saat pemecahan massa benua tahap 3 yang mengakhiri zaman Mezosoikum, untuk memasuki zaman Neolitikum (zaman es) atau Zaman Hidup Baru. Begitupun Pulau Jawa, Pulau Kalimantan, Pulau Sumatra dan berbagai Pulau Kecil di sekitarnya dalam satu kesatuan Daratan Jawa Purba yang sesungguhnya daratan baru (listofer) dari Laurasia/Asia sebelum akhir zaman Es/akhir zamam Neozoikum. Karena pada akhir zaman Es saat bencana banjir nabi Nuh yang memisahkan daratan Jawa Purba dari Asia dan dalam letak geografis pulau-pulau (Jawa, Sumatra, Kalimantan dan Pulau Kecil lain di sekitar) seperti kekinian.

Dengan demikian penghanyutan lempeng Benua Atlantis/Benua yang hilang itu, terjadi di akhir zaman Mezosoikum /akhir Zaman Hidup Menengah sekitar 75.000 tahun lalu.Tertenggelamkan oleh tubrukan tiga lempeng benua (Amerika, Australia, Asia), dan terhanyutkan oleh dua lempeng samudra (Pasifik dan Hindia). Maka menjadi sangatmisteri dan selalu sangat-sangat rahasia mengenai kebenaran benua yang hilang itu. Indikasi garis Wallace-Weber mengenai fauna yang tidak bisa menyeberang dari pulau Lombok ke pulau Bali, atau antara Pulau Sulawesi dengan Pulau Kalimantan, atau Palung Laut Banda yang sangat dalam. Begitupun palung daratan Pulau Timor yang menjadi tumpangan lempeng Benua Australia, menegaskan keberadaan listofer (daratan baru) benua yang hilang dan sekaligus menegaskan letak batas geografis benua itu.

Palung Pulau Timor yang menjadi tumpangan lempeng Benua Australia, memicu semangat almarhum Prof Johanes untuk memperjuangkan pembagian hasil zona (A, B, C) pertambangan minyak di celah Timor secara adil antara Indonesia dengan Australia tempo dulu. Tentu imaginasi kultural dapat memaklumi pembagian zona minyak Cela Timor yang tidak adil itu sebagai imbal jasa Indonesia terhadap lempeng Benua Australia. Jasa Benua Australia di era pemecahan massa benua tahap 3 (yang mengakhiri zaman Mezosoikum) dengan menyelamatkan India dan meminimalisir keterceraiberaian listofer wilayah Kepulauan Poros. Menyelamatkan India (mendorongnya bergerak naik ke atas menempel Asia), dan melindungi wilayah Poros (Kepulauan Nusa Tenggara-minus Pulau Bali, Kepulauan Maluku, Sulawesi) dengan melepaskan daratan Irian/Papua dalam posisinya kekinian untuk membuat wilayah listofer Kepulauan Poros lebih terlindung dari gerakan lempeng benua Amerika menabrak lempeng benua Atlantis di samudera Pasifik.

India dan Kepulauan wilayah Poros (Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Maluku, Sulawesi) sebagai listofer dari Benua yang hilang, bernasib masih lebih baikdari hantaman lempeng benua Amerika terhadap lempeng benua Atlantis. Dalam arti dataran baru itu tidak sampai tercecer berkeping-keping seperti nasib berbagai kepulauan di samudera Pasifik kekinian. Di situ terletak jasa lempeng benua Australia untuk menyelamatkan kehanyutan benua Atlantis dari terjangan lempeng benua Amerika, sehingga nasib India dan Kepulauan Nusa Tenggara, Kepulauan Maluku, Sulawesi sebagai listofer (Daratan Baru) dari Benua Atlantis, tidak separah nasib ceceran Pulau-Pulau di samudera Pasifik. Jasa lempeng benua Australia itu menjadi semakin berarti, apabila tercermati di akhir zaman Es (akhir zaman Neozikum) setelah banjir dasyat (Air Bah Nabi Nuh) pada 11.600 tahun lalu (versi Benua Atlantis yang Hilang dari filsuf Plato), menempatkan India sebagai pusat peradaban dunia (Replika Salib Atlantis) yang berakhir 5000 tahun lalu. Juga Bencana Banjir Nabi Nuh itu telah menutup daratan yang menyatukan Benua Australia dengan Pulau Irian, menutup daratan yang menyatukan Pulau Jawa Purba, sehingga terbentuk Pulau Jawa, Kalimantan, Sumatra, dengan berbagai Kepulauan Kecil disekitar dengan bagian Benua Asia Tenggara, sehingga semuanya dalam letak geografis seperti kekinian.

Pikiran Konklusif

Bencana dasyat yang mengakihiri zaman Mesosoikum (akhir zaman Hidup Menengah) sebagai pemecahan massa benua tahap ke 3 yang menenggelamkan Benua Atlantis 75000 tahun lalu dikenal juga dengan Kepunahan Massal 1, di dalam Kitab Kejadian terjelaskan sebagai Konflik Kain dan Abel. Kemudian muncul bencana dasyat berikut yang dikenal dengan banjir nabi Nuh dalam Kitab Suci, yang mengakhiri Zaman Neozoikum (akhir zaman Es atau akhir zaman Hidup Baru) 11.000 tahun lalu, dikenalsebagai Kepunahan Massal 2. Setelah kepunahan massal 2, dalam sejarah peradaban menempatkan India sebagai pusat peradaban dunia (Replikanya Salib Atlantis) yang berakhir 5000 tahun lalu. Di saat akhir replika atlantis itu, peradaban dunia bergeser lagi ke Mesir (Dewa Ra, Matahari), ke Cina (Yin-Yan) dan Yunani ( Filsafat), yang berakhir 2000 tahun lalu. Kemudian 2000 tahun lalu itu peradaban Salib Kristus di Timur Tengah dan Eropa, menyusul 1500 tahun lalu peradaban Bulan-Bintang di Arab.

Semua peradaban itu berawal atau sumber asalnya dari Atlantis, benua yang terhanyutkan oleh lempeng benua Amerika, Australia, Asia. Peradaban Atlantis itu ditandaskan oleh filsuf Plato merupakan Peradaban Tinggi Masyarakat Sipil sebagai Ibu Kandung Peradaban Dunia. Dielaborasi oleh Arysio Santos sebagai PeradabanSalib Atlantis. Dibuktikan lokasi dan wilayah peradaban/Atlantis yang hilang itu oleh Stephen Oppenheimer melalui antara lain pembuktian asal Gen Asli Manusia dan Awal Mula Penyebaran Manusia di Dunia http://sejarah.kompasiana.com/2012/07/02/nusa-tenggara-maluku-dalam-penelusuran-penyebaran-awal-manusia-di-dunia/ danhttp://filsafat.kompasiana.com/2012/07/31/homo-floresiensis-penegasan-manusia-matahari-solor-purba-nusa-tenggara-timur-maluku-dengan-pembuktian-oppenheimer/, berikut sumber Asal Bahasa Austronesia sebagai sumber asli Bahasa Dunia di Wilayah Kepulauan Nusa Tenggara dan Kepulauan Malukuhttp://sosbud.kompasiana.com/2012/09/27/bahasa-austronesia-sumber-asli-bahasa-dunia-dan-awal-mula-penyebaran/. Sedangkan Salib Atlantis sebagai Tata Peradaban Masyarakat di Daratan Baru (listofer) Benua yang Hilang, telah dikaji oleh F.A.E. van Wouden, mengelaborasinya sebagai Trinitas Kepemimpinan Purba dalam crossDualisme Kosmos/Vertikal dengan Dualisme Sosial/Horisontal melalui disertasinyadi Universitas Leiden-Negeri Belanda, “Sociale Structuurtypen in de Groote Oost “1935, di Indonesiakan “Klen, Mitos, dan Kekuasaan, Struktur Sosial IndonesiaBagian Timur”, 1985 http://sosbud.kompasiana.com/2012/07/26/peradaban-lewotanah-lamaholot-dalam-trinitas-kepemimpinan-purba-indonesia-timur-dan-atlantis-yang-hilang/.

Salib Atlantis dengan penyebutan Lewo Tanah sampai sekarang diterapkan oleh masyarakat Kepulauan Solor (Pulau Adonara, Pulau Solor, Pulau Lembata) dengan Daratan Timur Pulau Flores di Nusa Tenggara Timur sebagai simbol Kepulauan Solor (Matahari) Purba yang mencakup Kepulauan di wilayah/Dataran Poroshttp://filsafat.kompasiana.com/2012/08/01/lewotanah-surga-positivisme-surga-empirisme-bangsa-lamaholot-simbol-kepulauan-matahari-purba-nusa-tenggara-maluku/ seperti dalam kajian F.A.E. Van Wouden.

AWAL MULA (awal mula penciptaan), PERADABAN, masih natural-alamiah=ALLAH. Di era dominasi Peradaban ini dikenal dengan ATLANTIS LEMURIA . Jadi peradaban yang mendominasi di era Atlantis Lemuria, berakhir sekitar 80 ribu-70 ribu tahun lalu , sebagai akhir dari zaman Mezosoikum (akhir Siklus Peradaban 1). Substansi ini yang menjadi kecondongan kajian dalam buku TAMAN EDEN DI TIMUR, karya Oppenheimer. Kemudian berkembang kearah ATLANTIS SANG PUTRA, sebagai era KEBUDAYAAN yang mencondongkan karya berbagai manusia Atlantis dan kehancuran-nya di 11.000 tahun lalu dalam peristiwa banjir Nabi NUH, diketahui sebagai akhir zaman Es/Pleistosen, akhir zaman Neozoikum (akhir Siklus Peradaban 2). Kemudian berkembang REPLIKA ATLANTIS yang menempatkan India sebagai pusat perkembangan peradaban yang berakhir 5000 tahun lalu (akhir Siklus Peradaban 3). Sejak 5000 tahun lalu Peradaban dunia bergeser ke Mesir (Dewa Ra/Piramida), Cina (Yin-Yan), Yunani (Filsafat Logika,Etika,Estetika) yang berakhir 2000 tahun lalu (akhir siklus Peradaban 4). Sejak 2000 tahun lalu berkembang Salib Atlantis dalam REPLIKA SALIB KRISTUS di Israel dan Roma,1500 tahun lalu dalam KOSMOGRAM ATLANTIS (Bulan Bintang) di Arab sebagaiSiklus Peradaban 5. Semua itu menjadi kecondongan pembuktian pembahasan Arysio Santos dalam bukunya INDONESIA PUSAT PERADABAN DUNIA. Replika-replika Atlantis itu secara sporadis berkembang di seluruh belahan dunia sampai kekinian dan akan datang!!!

Benar, penegasan Arysio Santos bahwa berbagai sosok hebat yang dipuja dan dikenal sampai kekinian, merupakan putra-putri Atlantis keturunan dewa yang kemudian menyinari seluruh dunia  dengan Cahaya Ibu Agung Perawan.  Para pahhlawan atau malaikat, dewa-dewi yang berperanan dalam semua perkembangan peradaban , aslinya berasal dari sebuah daratan yang tenggelam dan menghilang di bawah air, persis seperti Atlantis. Kebetulan wilayah delta sungai Gangga disebutBengal (atau Bengala), sebuah nama yang diturunkan dari bahasa Dravida (beng-ala) dan berarti ”tanah rawa yang tenggelam”. Nama ini sinonim dengan sebutan Atlantisitu sendiri dari bahasa Sansekerta, dari kata a-tala (dataran yang tenggelam) dan karenanya tak ada celah untuk meragukan hubungannya dengan Benua yang Hilang atau Surga yang hilang itu sendiri, yakni berlokasi di Indonesia. (Arysio Santos, hal 156).***

Dataran Oepoi, Kota Karang Kupang, Tanah Timor, 30 Januari 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar