Minggu, 28 Desember 2014

The Royal Dutch Shell Terlahir di Bumi Nusantara

Sejak penemuan yang berbau kemujuran di Langkat, Sumatra Utara, minyak mendorong kelahiran perusahaan raksasa dunia.
minyak,tambangIlustrasi penambangan minyak lepas pantai. (Thinkstockphoto).
Satu dasawarsa setelah ikhtiar Jan Reerink (baca pula: Kisah Nusantara Menemukan "Emas Hitam"), kemujuran minyak baru datang di daerah Langkat, Sumatera Utara. Pada suatu hari, Aeliko Jans Zeijlker, seorang administratur kebun tembakau, sedang berteduh dari guyuran hujan lebat di sebuah gubuk. 
Hari makin gelap, seorang mandor perkebunan yang menemaninya menyulut obor buat penerang hari. Obor ini lain: jauh lebih terang benderang.
Sang mandor menguraikan, dia membasahi ujung obor itu dengan cairan yang ada di belakang gubuk. Terdorong rasa ingin tahu, sebelum meninggalkan gubuk, Zeijlker mengambil cairan itu.
Dia menerka cairan itu tak lain adalah kerosen, minyak bumi. Sejak itulah, ringkas kisah, Zeijlker mengumpulkan modal buat mengebor sebidang lahan di Telaga Said, tak jauh dari Pangkalan Brandan.
Melalui berbagai upaya, pada medio Juni 1885, gas, air dan minyak mendesak kuat dari dalam tanah. Sumur yang menyemburkan minyak ini disebut Telaga Tunggal I.
Inilah kala penemuan sumber minyak komersial pertama, yang menjadi cikal bakal The Royal Dutch Shell. Temuan itu berefek domino: disusul sumur minyak di Telaga Said, yang sangat produktif.
Potensi minyak yang berlimpah ruah ternyata tak dibarengi dengan modal yang cukup. Modal cekak, sementara mata bor mesti terus berputar. Lantas, pemerintah Hindia Belanda turun tangan lewat Jawatan Pertambangan—yang dibentuk saat terbit Aturan Pertambangan, Koninklijke Besluit, pada 1850.
Adrian Stoop memimpin Jawatan Pertambangan mengebor beberapa sumur minyak, dibarengi dengan studi geologi kawasan Telaga Tunggal. Stoop seorang insinyur muda yang bergairah menyadari perlunya banyak pengetahuan untuk eksplorasi minyak.
Dia mengasah kemampuan eksplorasi minyak dengan belajar di Standard Oil Company, perusahaan minyak di New York. Pengetahuan dari Amerika membekali Stoop untuk memperbaiki teknik pengobaran di Langkat.
Selanjutnya, eksplorasi di Telaga Tunggal dipimpin Fennema, insinyur berotak encer. Hasil  kajian di lapangan minyak ini memberi gambaran geologi dan potensi minyak Telaga Tunggal. Laporan ini menarik banyak pemodal untuk ikut berkecimpung dalam bisnis minyak.
Kabar sukses Zeijlker di Langkat—juga Stoop di Jawa—membawa demam minyak bumi di Hindia Belanda. Di Kerajaan Kutai, Kalimantan Timur, Jacobus Hubertus Menten mendapat konsesi minyak di Sanga-Sanga dari Kesultanan Kutai.
Awalnya Menten lebih tertarik pada batu bara, lantaran mendengar berita tentang Zeijlker dan Stoop, dia beralih ke minyak bumi. Menten meyakini kawasan Sanga-Sanga memiliki potensi minyak dan gas bumi.
Seorang geolog pemerintah Hindia Belanda, Hooze, menjuluki kawasan ini dengan sungai minyak tanah. Sumber gas Sanga-Sanga juga besar, yang salah satunya telah membara sejak 1882.
Minyak telah menimbulkan kegandrungan bagi para pemodal; perusahaan minyak mulai bermekaran di Nusantara. Zeijlker mampu mengumpulkan modal dari para pengusaha perkebunan di Belanda, yang pada 1890 terbentuk Koninlijke Nederlandsche Maatschappij tot exploitatie van Petroleum Brownen in Nederlandsche Indie.
De Koninlijke—bisa juga disebut The Royal Ducth—memiliki lapangan minyak di Telaga Said dan Perlak, Sumatera bagian Utara. Di Jawa Timur juga berkembang perusahaan Dortsche Petroleum Company.
Dominicus Antonius Josephin Kessler dan Jan Willem Ijzerman merintis eksplorasi minyak di Sumatra Selatan. Kedua orang ini mendirikan Nederlandsche Indische Exploratie Maatschappij pada 1895 yang mengelola konsesi di Banyuasin dan Jambi.
Seiring bertambah konsesinya, pada 1897 dibentuk Sumatera–Palembang Petroleum Maatschappij, yang menjadi bagian The Royal Dutch. Di Bayung Lencir perusahaan itu membangun kilang mini di daerah Bayung Lencir.
Penemuan ladang minyak terus berlanjut di Lematang Ilir dan Muara Enim, Sumatera Selatan, dan berdirilah Muara Enim Petroleum Maatschappij. JW Ijzerman juga membangun kilang yang cukup besar di Plaju.
Di pengujung abad ke-19 persaingan dunia perminyakan kian ketat. Untuk menghadapi persaingan, De Koninlijke bersatu dengan Shell: menjadi De Koninlijke Shell atau The Royal Dutch Shell. Shell sendiri telah mengeksplorasi wilayah Sanga-Sanga, yang berproduksi pada 1892. Perusahaan ini juga telah memiliki kapal tanker dan piawai memasarkan minyak bumi. 
(Agus Prijono)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar