AHLI Geografi dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Dr. Moh. Gamal Rindarjono, M.Si., menilai Kerajaan Islam Samudra Pasai yang berjaya di masa silam merupakan kebanggan masyarakat muslim Indonesia.
“Kerajaan Samudra Pasai adalah pemerintahan Islam yang pertama, itu jadi kebanggaan luar biasa bagi Indonesia yang mayoritas penduduknya muslim. Maka perlu dipikirkan secara bersama-sama bagaimana menemukan bekas istana kerajaan itu,” kata Gamal Rindarjono saat dihubungi ATJEHPOSTcom melalui telpon seluler, Rabu, 28 Agustus 2013.
Gamal Rindarjono pernah datang ke Aceh Utara. Ia diminta oleh Pusat Arkeologi Nasional Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melakukan penelitian bersama tim arkeologi dengan tema, “Peradaban dan Bencana di Samudra Pasai Aceh Utara”. Penelitian pada akhir Juni hingga awal Juli 2013 berlokasi di Desa Kuta Karang, Kecamatan Samudera, kawasan inti bekas Kerajaan Samudra Pasai.
Menurut Gamal, penelitian tersebut masih parsial lantaran waktu yang singkat. Itu sebabnya, ia menyarankan pentingnya penelitian bersifat akumulatif atau secara bersama-sama melacak bekas istana Kerajaan Samudra Pasai.
“Kalau kita fokus ke situ dalam tiga bulan dengan pendekatan geografi, arkeologi dan sejarah, insya Allah akan berhasil. Pendekatan geografi melalui citra satelit tampak ciri-ciri tertentu yang menyatakan ada bangunan besar di lokasi itu, kemudian arkeologi melakukan penggalian dan juga pendekatan sejarah. Lalu arsitektur mendesign bentuk istana seperti apa, itu luar biasa,” kata Gamal.
Gamal menyebutkan, indikasi awal yang ia lihat dari citra satelit bahwa ada anomali atau penyimpangan pada satu tempat di kawasan tersebut yang dikenal dengan sebutan Cot Istana, tidak jauh dari kompleks makam Ratu Nahrisyah di Desa Kuta Karang.
“Di sana dari satelit terlihat bentuknya lebih tinggi dari lokasi lain, lebih tinggi sekitar 25 meter dari permukaan laut dan luasnya hampir satu hektar. Sebelah utaranya seperti bentuk bangunan setengah lingkaran. Kalau menggunakan pendekatan istana, itu namanya bastion (tempat pengintaian musuh), itu kelihatan dari citra satelit,” kata Doktor Geografi lulusan Universitas Gadjah Mada ini.
“Sebelah utara lokasi yang disebut Cot Istana, sekarang jadi tambak. Berdasarkan peta geologi, dulunya itu laut. Kalau kita padukan dengan temuan-temuan arkeologi bahwa Kerajaan Samudra Pasai berada di pinggir laut, ada matchingnya (cocok). Maka ini harus kita tindaklanjuti dengan ekskavasi (penggalian) besar-besaran untuk menemukan bekas istana,” kata Gamal.
Ketika sudah ditemukan bekas istana Samudra Pasai dan kemudian dibangun “replika” istana tersebut dengan merunut sejarah kerajaan ini, kata Gamal, maka Kecamatan Samudera, Aceh Utara, akan menjadi destinasi wisata yang sangat potensial.[]
“Kerajaan Samudra Pasai adalah pemerintahan Islam yang pertama, itu jadi kebanggaan luar biasa bagi Indonesia yang mayoritas penduduknya muslim. Maka perlu dipikirkan secara bersama-sama bagaimana menemukan bekas istana kerajaan itu,” kata Gamal Rindarjono saat dihubungi ATJEHPOSTcom melalui telpon seluler, Rabu, 28 Agustus 2013.
Gamal Rindarjono pernah datang ke Aceh Utara. Ia diminta oleh Pusat Arkeologi Nasional Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melakukan penelitian bersama tim arkeologi dengan tema, “Peradaban dan Bencana di Samudra Pasai Aceh Utara”. Penelitian pada akhir Juni hingga awal Juli 2013 berlokasi di Desa Kuta Karang, Kecamatan Samudera, kawasan inti bekas Kerajaan Samudra Pasai.
Menurut Gamal, penelitian tersebut masih parsial lantaran waktu yang singkat. Itu sebabnya, ia menyarankan pentingnya penelitian bersifat akumulatif atau secara bersama-sama melacak bekas istana Kerajaan Samudra Pasai.
“Kalau kita fokus ke situ dalam tiga bulan dengan pendekatan geografi, arkeologi dan sejarah, insya Allah akan berhasil. Pendekatan geografi melalui citra satelit tampak ciri-ciri tertentu yang menyatakan ada bangunan besar di lokasi itu, kemudian arkeologi melakukan penggalian dan juga pendekatan sejarah. Lalu arsitektur mendesign bentuk istana seperti apa, itu luar biasa,” kata Gamal.
Gamal menyebutkan, indikasi awal yang ia lihat dari citra satelit bahwa ada anomali atau penyimpangan pada satu tempat di kawasan tersebut yang dikenal dengan sebutan Cot Istana, tidak jauh dari kompleks makam Ratu Nahrisyah di Desa Kuta Karang.
“Di sana dari satelit terlihat bentuknya lebih tinggi dari lokasi lain, lebih tinggi sekitar 25 meter dari permukaan laut dan luasnya hampir satu hektar. Sebelah utaranya seperti bentuk bangunan setengah lingkaran. Kalau menggunakan pendekatan istana, itu namanya bastion (tempat pengintaian musuh), itu kelihatan dari citra satelit,” kata Doktor Geografi lulusan Universitas Gadjah Mada ini.
“Sebelah utara lokasi yang disebut Cot Istana, sekarang jadi tambak. Berdasarkan peta geologi, dulunya itu laut. Kalau kita padukan dengan temuan-temuan arkeologi bahwa Kerajaan Samudra Pasai berada di pinggir laut, ada matchingnya (cocok). Maka ini harus kita tindaklanjuti dengan ekskavasi (penggalian) besar-besaran untuk menemukan bekas istana,” kata Gamal.
Ketika sudah ditemukan bekas istana Samudra Pasai dan kemudian dibangun “replika” istana tersebut dengan merunut sejarah kerajaan ini, kata Gamal, maka Kecamatan Samudera, Aceh Utara, akan menjadi destinasi wisata yang sangat potensial.[]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar