"Aku memukulnya agar ia tangkas menunggang kuda, memimpin prajurit dan menjadi orang yang berguna." Syair inilah yang diucapkan Shafiyah binti Abdul Muthalib, ibu dari Zubair bin Awwam bin Khuwailid Alquraisy Al Asadi yang bergelar Hawari Rasulullah atau teman setia Nabi, saat mendidiknya.
Ia lahir tahun 28 sebelum Hijriyah. Tubuhnya tinggi, jenggotnya tipis, dan warna kulitnya coklat. Nasabnya bertemu dengan Nabi pada Qushai. Bibinya, Khadijah binti Khuwailid, ummul mukminin adalah isteri Rasulullah.
Saat dewasa, Zubair berhasil memenuhi harapan ibunya menjadi seorang penunggang kuda yang hebat. Ia bahkan menjadi orang pertama yang menghunuskan pedang setelah mendapat berita Nabi terbunuh dalam perang Uhud.
Dalam buku Tokoh-Tokoh Besar Islam Sepanjang Sejarah karangan Muhammad Said Mursi menyebutkan, Zubair pernah dikurung oleh pamannya saat diketahui memeluk Islam. Rumah tempat ia disekap dipanasi dengan api. Ia mengatakan kepada pamannya, "Aku tidak akan murtad dari Islam untuk selama-lamanya."
Zubair merupakan salah satu sahabat Nabi yang kaya raya dan berprofesi sebagai pedagang. Saat mengikuti Nabi, ia meninggalkan hartanya senilai 40 juta dirham begitu saja.
Di dadanya terdapat bekas luka tusukan tombak dan anak panah yang bentuknya menyerupai mata. Ia ikut berhijrah ke Habsyah selama dua kali dan tidak pernah absen mengikuti peperangan bersama Nabi.
Rasulullah pernah mendelegasikannya dan Abu Bakar bersama 70 orang dari kaum muslimin untuk mengusir orang-orang musyrik pasca perang Uhud. Ia menamai semua anaknya dengan nama para syuhada seperti Mundzir, Urwah, Hamzah, Ja'far, Abdullah, Mush'ab, dan Khalid.
Zubair tidak pernah menjabat sebagai gubernur. Karir tertingginya yaitu sebagai panglima perang di jalan Allah. Ia pernah berhasil mencerai beraikan antara pasukan Malik ibn Auf, pemimpin wilayah Hauzan dengan panglima tentara kaum musyrik di perang Hunain. Strategi militernya ini berhasil membuat kaca balau kekuatan musuh dan membuat pasukan mereka mundur.
Zubair menikah dengan Asma binti Abu Bakar. Dia pernah menjadi kandidat khalifah bersama lima sahabat lainnya yang ditunjuk Umar.
Kiprah dan semangat kemiliterannya dalam perang menegakkan ajaran Islam begitu banyak. Salah satunya saat pasukan muslimin mengepung benteng Babilonia untuk membebaskan Mesir. Saat itu pengepungan benteng ini telah berlangsung selama 7 bulan dan tidak membawa dampak apa-apa bagi musuh. Di tengah keputus asaan tersebut, Zubair menawarkan diri untuk merebut benteng Babilonia kepada Amr bin Ash.
"Wahai Amr bin Ash, aku serahkan diriku untuk Allah. Dengan itu aku berharap Allah memberikan kemenangan kepada kaum muslimin," katanya. Amr bin Ash yang menjadi gubernur militer kala itu menyetujui tawaran Zubair.
Zubair kemudian maju dan meletakkan tangga lalu naik ke atas benteng seraya mengumandangkan takbir. Tindakan Zubair ini memompa semangat kaum muslimin yang semula nyaris putus asa menerobos benteng Babilonia tersebut. Pekikan takbir disambut pasukan kaum muslimin dan akhirnya benteng dapat dibuka.
Zubair dikenal sosok yang enggan memanfaatkan nama Rasulullah untuk kepentingan pribadinya. Dalam satu hadis yang diriwayatkan Al Bukhari, Zubair mengutip sabda Rasulullah, "Siapa yang berdusta atas namaku dengan sengaja, maka hendaklah ia menyiapkan tempatnya di neraka."
Kata-kata ini ia keluarkan saat ditanyakan oleh anaknya, Abdullah bin Zubair tentang jarangnya Zubair meriwayatkan hadis dari Nabi Muhammad.
Dalam perang Al Jamal atau perang unta, ia mengundurkan diri dari pasukan Muawiyah setelah diingatkan oleh Ali dengan sabda Rasulullah, "Wahai Zubair, tidakkah kamu mencintai Ali?" Zubair menjawab, "Tidakkah aku mencintai putra pamanku sendiri (dari pihak ibu dan bapak) dan orang yang seagama denganku?" Lalu Ali menyerukan sabda Rasulullah, "Wahai Zubair, demi Allah, kelak kamu akan memeranginya (Ali) dan kamu berlaku aniaya terhadapnya."
Mendengar hadis ini, Zubair langsung mengundurkan diri dari pasukan Muawiyah dan tidak mau memerangi Ali. Setelah menarik diri dari perang unta, Amr ibn Jurmuz membuntutinya, lalu membunuhnya saat Zubair sedang salat. Kejadian ini terjadi pada tahun 36 Hijriyah.[]
Ia lahir tahun 28 sebelum Hijriyah. Tubuhnya tinggi, jenggotnya tipis, dan warna kulitnya coklat. Nasabnya bertemu dengan Nabi pada Qushai. Bibinya, Khadijah binti Khuwailid, ummul mukminin adalah isteri Rasulullah.
Saat dewasa, Zubair berhasil memenuhi harapan ibunya menjadi seorang penunggang kuda yang hebat. Ia bahkan menjadi orang pertama yang menghunuskan pedang setelah mendapat berita Nabi terbunuh dalam perang Uhud.
Dalam buku Tokoh-Tokoh Besar Islam Sepanjang Sejarah karangan Muhammad Said Mursi menyebutkan, Zubair pernah dikurung oleh pamannya saat diketahui memeluk Islam. Rumah tempat ia disekap dipanasi dengan api. Ia mengatakan kepada pamannya, "Aku tidak akan murtad dari Islam untuk selama-lamanya."
Zubair merupakan salah satu sahabat Nabi yang kaya raya dan berprofesi sebagai pedagang. Saat mengikuti Nabi, ia meninggalkan hartanya senilai 40 juta dirham begitu saja.
Di dadanya terdapat bekas luka tusukan tombak dan anak panah yang bentuknya menyerupai mata. Ia ikut berhijrah ke Habsyah selama dua kali dan tidak pernah absen mengikuti peperangan bersama Nabi.
Rasulullah pernah mendelegasikannya dan Abu Bakar bersama 70 orang dari kaum muslimin untuk mengusir orang-orang musyrik pasca perang Uhud. Ia menamai semua anaknya dengan nama para syuhada seperti Mundzir, Urwah, Hamzah, Ja'far, Abdullah, Mush'ab, dan Khalid.
Zubair tidak pernah menjabat sebagai gubernur. Karir tertingginya yaitu sebagai panglima perang di jalan Allah. Ia pernah berhasil mencerai beraikan antara pasukan Malik ibn Auf, pemimpin wilayah Hauzan dengan panglima tentara kaum musyrik di perang Hunain. Strategi militernya ini berhasil membuat kaca balau kekuatan musuh dan membuat pasukan mereka mundur.
Zubair menikah dengan Asma binti Abu Bakar. Dia pernah menjadi kandidat khalifah bersama lima sahabat lainnya yang ditunjuk Umar.
Kiprah dan semangat kemiliterannya dalam perang menegakkan ajaran Islam begitu banyak. Salah satunya saat pasukan muslimin mengepung benteng Babilonia untuk membebaskan Mesir. Saat itu pengepungan benteng ini telah berlangsung selama 7 bulan dan tidak membawa dampak apa-apa bagi musuh. Di tengah keputus asaan tersebut, Zubair menawarkan diri untuk merebut benteng Babilonia kepada Amr bin Ash.
"Wahai Amr bin Ash, aku serahkan diriku untuk Allah. Dengan itu aku berharap Allah memberikan kemenangan kepada kaum muslimin," katanya. Amr bin Ash yang menjadi gubernur militer kala itu menyetujui tawaran Zubair.
Zubair kemudian maju dan meletakkan tangga lalu naik ke atas benteng seraya mengumandangkan takbir. Tindakan Zubair ini memompa semangat kaum muslimin yang semula nyaris putus asa menerobos benteng Babilonia tersebut. Pekikan takbir disambut pasukan kaum muslimin dan akhirnya benteng dapat dibuka.
Zubair dikenal sosok yang enggan memanfaatkan nama Rasulullah untuk kepentingan pribadinya. Dalam satu hadis yang diriwayatkan Al Bukhari, Zubair mengutip sabda Rasulullah, "Siapa yang berdusta atas namaku dengan sengaja, maka hendaklah ia menyiapkan tempatnya di neraka."
Kata-kata ini ia keluarkan saat ditanyakan oleh anaknya, Abdullah bin Zubair tentang jarangnya Zubair meriwayatkan hadis dari Nabi Muhammad.
Dalam perang Al Jamal atau perang unta, ia mengundurkan diri dari pasukan Muawiyah setelah diingatkan oleh Ali dengan sabda Rasulullah, "Wahai Zubair, tidakkah kamu mencintai Ali?" Zubair menjawab, "Tidakkah aku mencintai putra pamanku sendiri (dari pihak ibu dan bapak) dan orang yang seagama denganku?" Lalu Ali menyerukan sabda Rasulullah, "Wahai Zubair, demi Allah, kelak kamu akan memeranginya (Ali) dan kamu berlaku aniaya terhadapnya."
Mendengar hadis ini, Zubair langsung mengundurkan diri dari pasukan Muawiyah dan tidak mau memerangi Ali. Setelah menarik diri dari perang unta, Amr ibn Jurmuz membuntutinya, lalu membunuhnya saat Zubair sedang salat. Kejadian ini terjadi pada tahun 36 Hijriyah.[]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar