PADA 39 tahun yang lalu, para pemimpin dari Yunani, Turki, dan Inggris menandatangani perjanjian damai untuk mengatasi krisis di Siprus. Pulau di ujung tenggara Eropa itu selama ratusan tahun diperebutkan Yunani dan Turki, dan rebutan pengaruh itu masih memecah-belah Siprus hingga kini.
Menurut stasiun berita BBC, dalam perjanjian itu, Turki dan Yunani menerapkan gencatan senjata. Militer kedua negara tidak boleh masuk ke zona penyangga yang ditetapkan PBB di Siprus untuk mencegah terulangnya konflik.
Perjanjian damai itu tercipta setelah perundingan intensif yang berlangsung di Jenewa, Swis, selama lima hari. Pada saat itu, para perdana menteri dari ketiga negara, yaitu Bulent Ecevit dari Turki, Constantine Karamanlis dari Yunani, dan James Callaghan dari Inggris sepakat mengakhiri konflik bersenjata sengit di Siprus yang telah berlangsung selama beberapa pekan.
"Perjanjian ini menciptakan kondisi yang bisa membuat Yunani dan Turki bisa saling menghentikan konflik," kata Callaghan sebagai penengah.
Kesepakatan ini sejalan dengan Resolusi 353 Dewan Keamanan PBB, yang menuntut penarikan mundur pasukan dari pihak-pihak yang bertikai dan mematuhi perjanjian damai yang sudah disepakati di ibukota Siprus, Nikosia, pada 1960. Perjanjian itu menetapkan kemerdekaan Siprus serta pembagian kekuasaan.
Namun, konflik bersenjata pecah pada awal Juli 1974 setelah Yunani melanggar Perjanjian 1960 dengan melancarkan kudeta atas presiden terpilih Siprus, Makarios. Langkah Yunani ini ditanggapi Turki dengan mengirim pasukan ke Siprus sehingga terjadi kontak senjata sebelum akhirnya muncul perundingan di Jenewa.
Pada 16 Agustus 1974, perjanjian di Jenewa tidak bisa berlangsung lama setelah Turki menggerakkan pasukannya di ke wilayah timur Siprus dan menguasai 40 persen wilayah itu. Yunani pun tidak mau membiarkan langkah Turki itu dengan tetap menancapkan pengaruh di sebagian Siprus.
PBB pun tetap mempertahankan zona penyangga di Siprus, yang membelah dua kubu, yaitu rakyat yang pro Yunani dan yang pendukung Turki. Pada 2004, PBB berupaya menggelar referendum di Siprus untuk penyatuan negara itu. Ide tersebut disambut baik rakyat Siprus pro-Turki, namun ditolak oleh warga yang pro-Yunani. Ironisnya, Uni Eropa hanya memberi keanggotaan bagi sebagian Siprus yang dipengaruhi Yunani.[]
Menurut stasiun berita BBC, dalam perjanjian itu, Turki dan Yunani menerapkan gencatan senjata. Militer kedua negara tidak boleh masuk ke zona penyangga yang ditetapkan PBB di Siprus untuk mencegah terulangnya konflik.
Perjanjian damai itu tercipta setelah perundingan intensif yang berlangsung di Jenewa, Swis, selama lima hari. Pada saat itu, para perdana menteri dari ketiga negara, yaitu Bulent Ecevit dari Turki, Constantine Karamanlis dari Yunani, dan James Callaghan dari Inggris sepakat mengakhiri konflik bersenjata sengit di Siprus yang telah berlangsung selama beberapa pekan.
"Perjanjian ini menciptakan kondisi yang bisa membuat Yunani dan Turki bisa saling menghentikan konflik," kata Callaghan sebagai penengah.
Kesepakatan ini sejalan dengan Resolusi 353 Dewan Keamanan PBB, yang menuntut penarikan mundur pasukan dari pihak-pihak yang bertikai dan mematuhi perjanjian damai yang sudah disepakati di ibukota Siprus, Nikosia, pada 1960. Perjanjian itu menetapkan kemerdekaan Siprus serta pembagian kekuasaan.
Namun, konflik bersenjata pecah pada awal Juli 1974 setelah Yunani melanggar Perjanjian 1960 dengan melancarkan kudeta atas presiden terpilih Siprus, Makarios. Langkah Yunani ini ditanggapi Turki dengan mengirim pasukan ke Siprus sehingga terjadi kontak senjata sebelum akhirnya muncul perundingan di Jenewa.
Pada 16 Agustus 1974, perjanjian di Jenewa tidak bisa berlangsung lama setelah Turki menggerakkan pasukannya di ke wilayah timur Siprus dan menguasai 40 persen wilayah itu. Yunani pun tidak mau membiarkan langkah Turki itu dengan tetap menancapkan pengaruh di sebagian Siprus.
PBB pun tetap mempertahankan zona penyangga di Siprus, yang membelah dua kubu, yaitu rakyat yang pro Yunani dan yang pendukung Turki. Pada 2004, PBB berupaya menggelar referendum di Siprus untuk penyatuan negara itu. Ide tersebut disambut baik rakyat Siprus pro-Turki, namun ditolak oleh warga yang pro-Yunani. Ironisnya, Uni Eropa hanya memberi keanggotaan bagi sebagian Siprus yang dipengaruhi Yunani.[]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar