MAKAM ratu ini berada di tepi kanan Krueng (Sungai) Pirak, Desa Meunye Tujoeh, Kecamatan Pirak Timu, Aceh Utara. Dari epitaf pada nisannya diketahui beberapa tokoh Samudra Pasai dalam abad ke-14 Masehi.
Mereka asal nasab dari seorang ratu yang dipertuan agung (al-Malikah Al-Mu’azhzhamah) bernama Dannir, atau yang disebut oleh para ahli sejarah dengan Ratu Nurul ‘Aqla, Nurul A’la, Nurul Ilah, Wabisah.
“Epitaf makam menyebutan Ratu Dannir ini ialah puteri Sultan Al-Malik Azh-Zhahir Bin Raja Khan Bin Raja Kadah (Kedah),” kata Taqiyuddin Muhammad, peneliti sejarah dan kebudayaan Islam dari Central Information for Samudra Pasai Heritage (CISAH) kepada ATJEHPOSTcom, pekan lalu.
Informasi diperoleh dalam sebuah ekspedisi CISAH tahun 2012, di wilayah tepian Krueng Pirak terdapat beberapa lokasi yang masih memakai nama Kedah. Kata Taqiyuddin, ini menunjukkan bahwa Kedah yang dimaksud adalah wilayah berada di antara Krueng Pirak dan Krueng Keureuto bagian selatan.
“Dikarenakan ratu ini wafat pada penghujung abad ke-8 (791 H atau 781 H//1389 M atau 1380 M), maka ayahnya, Sultan Al-Malik Azh-Zhahir bin Raja Khan bin Raja Kedah, diyakini adalah sultan yang dijumpai oleh Ibnu Baththuthah dalam kunjungannya di paruh abad tersebut,” ujar Taqiyuddin.
Makam Ratu Dannir juga ditandai dengan satu batu nisan (sebelah kaki/selatan) berinskripsi bahasa Pasai (Jawiy/Melayu) kuno. Dengan demikian, kata Taqiyuddin, Kedah boleh jadi merupakan sebuah kerajaan yang sudah ada sejak sebelum kedatangan Islam.
Kepala Bidang Pariwisata dan Kebudayaan Dinas Perhubungan, Pariwisata dan Kebudayaan Aceh Utara, Nurliana NA, menyebutkan, setelah menerima informasi tentang temuan makam Ratu Danir di Pirak Timu oleh tim CISAH, pihaknya langsung mengajukan anggaran untuk pemugaran situs sejarah tersebut pada tahun 2013. “Termasuk pembangunan cungkup makam,” katanya.[]
Mereka asal nasab dari seorang ratu yang dipertuan agung (al-Malikah Al-Mu’azhzhamah) bernama Dannir, atau yang disebut oleh para ahli sejarah dengan Ratu Nurul ‘Aqla, Nurul A’la, Nurul Ilah, Wabisah.
“Epitaf makam menyebutan Ratu Dannir ini ialah puteri Sultan Al-Malik Azh-Zhahir Bin Raja Khan Bin Raja Kadah (Kedah),” kata Taqiyuddin Muhammad, peneliti sejarah dan kebudayaan Islam dari Central Information for Samudra Pasai Heritage (CISAH) kepada ATJEHPOSTcom, pekan lalu.
Informasi diperoleh dalam sebuah ekspedisi CISAH tahun 2012, di wilayah tepian Krueng Pirak terdapat beberapa lokasi yang masih memakai nama Kedah. Kata Taqiyuddin, ini menunjukkan bahwa Kedah yang dimaksud adalah wilayah berada di antara Krueng Pirak dan Krueng Keureuto bagian selatan.
“Dikarenakan ratu ini wafat pada penghujung abad ke-8 (791 H atau 781 H//1389 M atau 1380 M), maka ayahnya, Sultan Al-Malik Azh-Zhahir bin Raja Khan bin Raja Kedah, diyakini adalah sultan yang dijumpai oleh Ibnu Baththuthah dalam kunjungannya di paruh abad tersebut,” ujar Taqiyuddin.
Makam Ratu Dannir juga ditandai dengan satu batu nisan (sebelah kaki/selatan) berinskripsi bahasa Pasai (Jawiy/Melayu) kuno. Dengan demikian, kata Taqiyuddin, Kedah boleh jadi merupakan sebuah kerajaan yang sudah ada sejak sebelum kedatangan Islam.
Kepala Bidang Pariwisata dan Kebudayaan Dinas Perhubungan, Pariwisata dan Kebudayaan Aceh Utara, Nurliana NA, menyebutkan, setelah menerima informasi tentang temuan makam Ratu Danir di Pirak Timu oleh tim CISAH, pihaknya langsung mengajukan anggaran untuk pemugaran situs sejarah tersebut pada tahun 2013. “Termasuk pembangunan cungkup makam,” katanya.[]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar