Masjid Asal dilihat dari belakang. @ATJEHPOSTcom/Jauhari Samalanga
Masjid yang dibangun sebelum masa Sultan Iskandar Muda ini menjadi pusat perkembangan Islam di Negeri Antara. Pernah dibombardir pasukan Belanda.
==========================================
SETENGAH dindingnya terbuat dari tanah liat dan papan yang ditutupi kain putih. Atapnya berupa ijuk yang dirajut dengan rotan. Langit-langitnya juga tersusun dari ijuk. Di tengah bangunan menjulang kubah mungil ditopang sebilah kayu. Ada 16 tiang kayu mengelilingi bangunan berukuran 20 x 20 meter itu.
Itulah ciri khas Masjid Asal di Desa Penampaan, Kota Blangkejeren, Kabupaten Gayo Lues. Coraknya modern dan klasik. Masjid ini berada di tengah pemukiman penduduk.
Nama masjid bukan asal jadi. Dinamakan ‘Asal’ karena artinya itu merupakan masjid pertama di Gayo Lues. Di situlah pusat penyebaran Islam pertama di Gayo Lues. Masjid itu juga cikal-bakal terbentuknya masjid-masjid lain di sana.
Tidak diketahui pasti kapan Masjid Asal dibangun. Pengakuan beberapa warga sekitar yang mengutip keterangan seorang arkeolog asal Jepang, masjid telah dibangun sekitar tahun 1214, atau jauh sebelum memerintahnya Sultan Iskandar Muda di Kerajaan Aceh Darussalam. Namun, warga tak tahu nama arkeolog itu.
Sementara Rajmi, penjaga Masjid Asal mengatakan, masjid berusia sekitar 800 tahun. Angka itu diambil Rajmi dari pernyataan arkeolog asal China yang pernah berkunjung ke Pekan Kebudayaan Aceh ketiga di Banda Aceh. Saat itu arkeolog China melihat dua kitab suci Alquran dari Masjid Asal yang dibawa Rajmi untuk dipamerkan di stan Gayo Lues. “Dia (arkeolog) itu mengatakan usia Alquran tersebut sudah lebih dari 800 tahun,” ujar Rajmi.
Saat itu, kata Rajmi, sang arkeolog memperhatikan bahan kertas yang dipakai untuk pembuatan Alquran. Dari situ disimpulkan Masjid Asal juga berusia 800 tahun. Alasannya, Alquran dibawa oleh ulama yang membangun masjid. Namun sayangnya, Rajmi juga tak tahu nama arkeolog itu.
Versi lainnya menurut Rajmi, masjid dibangun oleh ulama keturunan Turki yang datang ke Aceh, khususnya ke Kerajaan Linge. Rombongan berjumlah 96 orang, dengan tujuan berdagang dan menyebarkan Islam. Setibanya di Linge, para ulama menyebar hingga ke Gayo Lues. Mereka lalu berinisiatif membangun masjid sebagai pusat penyebaran Islam.
Sementara berdasarkan cerita tokoh Desa Penampaan, Muhammad Nasir, sejarah Masjid Asal dimulai dari Arab. Saat itu, Syeikh Ali Muhammad dari jazirah Arab bertandang ke Aceh. Dia bertemu ulama Arab lainnya yaitu Syeikh Ismail—ulama yang mensyahadatkan Sultan Malikussaleh di Pasee. “Jadi sebelum Sultan Iskandar Muda, Masjid Asal ini sudah ada. Lebih tua dari Masjid Baiturrahman Banda Aceh," ujar H. Muhammad Nasir.
Dia mengatakan, yang membangun masjid itu adalah Syeikh Ali Muhammad. Namun, kata Nasir, ukiran yang terdapat di setiap sisi papan seperti pintu dan beberapa buah papan di depan masjid bukan karya Syeikh Ali Muhammad. "Itu harus dipelajari lagi,” ujarnya.
***
BERBAGAI mitos kerap diceritakan warga Penampaan bila ada yang bertanya soal Masjid Asal. Salah satunya tentang pendiri masjid tua itu.
Beberapa bilal yang menjaga masjid turun-temurun hanya dapat menceritakan secara gamblang. Mereka tak dapat memberikan bukti sejarah yang kuat sehingga pembangunan masjid kerap dikait-kaitkan dengan mistik.
Arwan, warga Penampaan mengatakan, masjid dibangun oleh empat wali dalam waktu relatif singkat. Para wali itu kemudian menghilang usai membangun masjid dan tidak diketahui jejaknya.
Sementara versi lain menyatakan masjid dibangun para aulia. Setiap Jumat, para aulia ini terlihat. Mereka berjumlah empat hingga tujuh orang dan menunaikan salat Jumat di Masjid Asal. Para aulia ini berjubah serba putih khas pakaian Arab. Mereka langsung menghilang di keramaian usai salat Jumat. Cerita ini berkembang sejak 1970-an hingga 1990-an.
Warga sekitar lalu menganggap masjid itu keramat dan diyakini dapat menyembuhkan segala macam penyakit. Masyarakat berduyun-duyun ke masjid untuk berdoa dan memohon agar diberkati usahanya, mendapat pekerjaan, hingga perkara jodoh. Setiap pukul 05.00 WIB saban Jumat, warga setempat dan bahkan dari luar Sumatera telah hadir ke masjid.
Pada masa kolonial Belanda, Masjid Asal pernah dibombardir pasukan Marsose. Masjid dari tanah liat ini sama sekali tak hancur. Bahkan tidak ada tanda-tanda terkena serpihan mortir. Belanda yang takjub mengutus Snouck Hougronje untuk mencari tahu konstruksi bangunan masjid.
Snouck telah belajar hingga ke Mekah untuk mendalami pengetahuan tentang Islam. Dia bahkan bisa membaca Alquran dan kitab-kitab berbahasa Arab dengan baik. Kepiawaian dalam menguasai paham Islam inilah yang membuat Snouck dikenal sebagai mualaf dan ulama besar.
Dianggap sebagai ulama besar, Snouck leluasa masuk ke Gayo. Ia sebelumnya telah mendengar dan penasaran tentang kemegahan dan keagungan Masjid Asal. Dia mendengar masjid tertua berusia ratusan tahun itu dibangun dengan kayu.
Masyarakat Gayo Lues tak keberatan saat Snouck berkunjung ke masjid. Mereka menganggap Snouck ulama besar di Aceh saat itu. Snouck lalu datang melihat langsung kondisi dan struktur bangunan masjid.
Setelah masuk, ia menghunus pedang yang disimpan di balik serban, lalu menebas salah satu tiang penyangga di dalam masjid. Snouck penasaran tiang penyangga itu terbuat dari kayu yang usianya sudah ratusan tahun. Dia berpikir tiang pasti sudah mulai busuk dimakan rayap.
Saat Snouck menebasnya, tiang penyangga sama sekali tak roboh atau bergerak sedikit pun. Namun, tebasan itu menyebabkan sedikit goresan bekas tancapan mata pedang. Hingga kini, goresan itu masih membekas di salah satu tiang penyangga.
Melihat tindakan tak wajar, Snouck diseret oleh warga keluar dari masjid sejauh kurang lebih 50 meter hingga ke simpang Desa Penampaan. Setelah kejadian itu, warga dan tengku membersihkan masjid, terutama tempat Snouck duduk hingga jalanan yang ia lalui saat diseret.
***
TAK hanya bangunan Masjid Asal yang bernilai sejarah, sumur masjid juga menjadi saksi bisu gigihnya perlawanan masyarakat Gayo terhadap kolonial.
Sumur terletak di dalam masjid. Saat ini sumur sudah tertutup secara permanen oleh semen. Air sumur dipercaya berkhasiat menyembuhkan berbagai penyakit. Menurut Rajmi, dulunya sumur itu menjadi cermin yang digunakan masyarakat Gayo untuk memantau aktivitas militer kolonial Belanda saat ingin memasuki wilayah tersebut.
Namun, kata dia, hanya orang-orang yang memiliki kelebihan saja dapat melihat cermin sumur itu. Ketika penjajah ingin menyerbu Gayo, air sumur menjadi petunjuk dari mana arah penyerangan dilakukan. “Masyarakat Gayo pun bisa mengatur strategi perlawanan juga,” ujar Rajmi.
Karena itulah, kata dia, desa di pinggir Kota Blangkejeren itu dinamakan Penampaan. “Artinya, semua bisa nampak dari sumur yang berada di Masjid Asal,” ujarnya.
Belanda tak tinggal diam terhadap gagalnya setiap penyerangan. Lama kelamaan mereka tahu bahwa mata air sumur Masjid Asal penyebab kegagalan. Belanda berniat menguasai masjid.
Lalu para ulama dan tokoh masyarakat waktu itu sepakat menimbun sumur agar tidak ditemukan Belanda. Namun, sumur itu kembali digali saat keamanan membaik.
***
SEKITAR 2008 hingga 2009, kompleks Masjid Asal direhab. Tempat warga salat lima waktu di samping Masjid Asal dibangun baru sehingga terlihat menyatu dengan masjid. Pembangunan ini dilakukan oleh warga secara swadaya dan sumbangan-sumbangan dari para peziarah Masjid Asal.
Kini, kompleks Masjid Asal terlihat megah. Bangunan masjid bercorak modern “membungkus” Masjid Asal yang masih kokoh berdiri di salah satu sudut halaman kompleks tersebut. Bentuk asli peninggalan sejarahnya masih dilestarikan, kecuali lantainya yang telah disemen. Saat masuk ke dalam, suasana masjid terasa sejuk dan menenangkan.
Di dalam masjid ini juga terdapat dua buah kitab suci Alquran peninggalan sejarah yang diperkirakan berumur kurang lebih 800 tahun. Cagar budaya ini masih dilestarikan hingga kini oleh warga dan pemerintah daerah setempat meski sejarahnya perlu diteliti.[]
BOY NASHRUDDIN AGUS | JAUHARI SAMALANGA | SAHRIFIN (Gayo Lues)
==========================================
SETENGAH dindingnya terbuat dari tanah liat dan papan yang ditutupi kain putih. Atapnya berupa ijuk yang dirajut dengan rotan. Langit-langitnya juga tersusun dari ijuk. Di tengah bangunan menjulang kubah mungil ditopang sebilah kayu. Ada 16 tiang kayu mengelilingi bangunan berukuran 20 x 20 meter itu.
Itulah ciri khas Masjid Asal di Desa Penampaan, Kota Blangkejeren, Kabupaten Gayo Lues. Coraknya modern dan klasik. Masjid ini berada di tengah pemukiman penduduk.
Nama masjid bukan asal jadi. Dinamakan ‘Asal’ karena artinya itu merupakan masjid pertama di Gayo Lues. Di situlah pusat penyebaran Islam pertama di Gayo Lues. Masjid itu juga cikal-bakal terbentuknya masjid-masjid lain di sana.
Tidak diketahui pasti kapan Masjid Asal dibangun. Pengakuan beberapa warga sekitar yang mengutip keterangan seorang arkeolog asal Jepang, masjid telah dibangun sekitar tahun 1214, atau jauh sebelum memerintahnya Sultan Iskandar Muda di Kerajaan Aceh Darussalam. Namun, warga tak tahu nama arkeolog itu.
Sementara Rajmi, penjaga Masjid Asal mengatakan, masjid berusia sekitar 800 tahun. Angka itu diambil Rajmi dari pernyataan arkeolog asal China yang pernah berkunjung ke Pekan Kebudayaan Aceh ketiga di Banda Aceh. Saat itu arkeolog China melihat dua kitab suci Alquran dari Masjid Asal yang dibawa Rajmi untuk dipamerkan di stan Gayo Lues. “Dia (arkeolog) itu mengatakan usia Alquran tersebut sudah lebih dari 800 tahun,” ujar Rajmi.
Saat itu, kata Rajmi, sang arkeolog memperhatikan bahan kertas yang dipakai untuk pembuatan Alquran. Dari situ disimpulkan Masjid Asal juga berusia 800 tahun. Alasannya, Alquran dibawa oleh ulama yang membangun masjid. Namun sayangnya, Rajmi juga tak tahu nama arkeolog itu.
Versi lainnya menurut Rajmi, masjid dibangun oleh ulama keturunan Turki yang datang ke Aceh, khususnya ke Kerajaan Linge. Rombongan berjumlah 96 orang, dengan tujuan berdagang dan menyebarkan Islam. Setibanya di Linge, para ulama menyebar hingga ke Gayo Lues. Mereka lalu berinisiatif membangun masjid sebagai pusat penyebaran Islam.
Sementara berdasarkan cerita tokoh Desa Penampaan, Muhammad Nasir, sejarah Masjid Asal dimulai dari Arab. Saat itu, Syeikh Ali Muhammad dari jazirah Arab bertandang ke Aceh. Dia bertemu ulama Arab lainnya yaitu Syeikh Ismail—ulama yang mensyahadatkan Sultan Malikussaleh di Pasee. “Jadi sebelum Sultan Iskandar Muda, Masjid Asal ini sudah ada. Lebih tua dari Masjid Baiturrahman Banda Aceh," ujar H. Muhammad Nasir.
Dia mengatakan, yang membangun masjid itu adalah Syeikh Ali Muhammad. Namun, kata Nasir, ukiran yang terdapat di setiap sisi papan seperti pintu dan beberapa buah papan di depan masjid bukan karya Syeikh Ali Muhammad. "Itu harus dipelajari lagi,” ujarnya.
***
BERBAGAI mitos kerap diceritakan warga Penampaan bila ada yang bertanya soal Masjid Asal. Salah satunya tentang pendiri masjid tua itu.
Beberapa bilal yang menjaga masjid turun-temurun hanya dapat menceritakan secara gamblang. Mereka tak dapat memberikan bukti sejarah yang kuat sehingga pembangunan masjid kerap dikait-kaitkan dengan mistik.
Arwan, warga Penampaan mengatakan, masjid dibangun oleh empat wali dalam waktu relatif singkat. Para wali itu kemudian menghilang usai membangun masjid dan tidak diketahui jejaknya.
Sementara versi lain menyatakan masjid dibangun para aulia. Setiap Jumat, para aulia ini terlihat. Mereka berjumlah empat hingga tujuh orang dan menunaikan salat Jumat di Masjid Asal. Para aulia ini berjubah serba putih khas pakaian Arab. Mereka langsung menghilang di keramaian usai salat Jumat. Cerita ini berkembang sejak 1970-an hingga 1990-an.
Warga sekitar lalu menganggap masjid itu keramat dan diyakini dapat menyembuhkan segala macam penyakit. Masyarakat berduyun-duyun ke masjid untuk berdoa dan memohon agar diberkati usahanya, mendapat pekerjaan, hingga perkara jodoh. Setiap pukul 05.00 WIB saban Jumat, warga setempat dan bahkan dari luar Sumatera telah hadir ke masjid.
Pada masa kolonial Belanda, Masjid Asal pernah dibombardir pasukan Marsose. Masjid dari tanah liat ini sama sekali tak hancur. Bahkan tidak ada tanda-tanda terkena serpihan mortir. Belanda yang takjub mengutus Snouck Hougronje untuk mencari tahu konstruksi bangunan masjid.
Snouck telah belajar hingga ke Mekah untuk mendalami pengetahuan tentang Islam. Dia bahkan bisa membaca Alquran dan kitab-kitab berbahasa Arab dengan baik. Kepiawaian dalam menguasai paham Islam inilah yang membuat Snouck dikenal sebagai mualaf dan ulama besar.
Dianggap sebagai ulama besar, Snouck leluasa masuk ke Gayo. Ia sebelumnya telah mendengar dan penasaran tentang kemegahan dan keagungan Masjid Asal. Dia mendengar masjid tertua berusia ratusan tahun itu dibangun dengan kayu.
Masyarakat Gayo Lues tak keberatan saat Snouck berkunjung ke masjid. Mereka menganggap Snouck ulama besar di Aceh saat itu. Snouck lalu datang melihat langsung kondisi dan struktur bangunan masjid.
Setelah masuk, ia menghunus pedang yang disimpan di balik serban, lalu menebas salah satu tiang penyangga di dalam masjid. Snouck penasaran tiang penyangga itu terbuat dari kayu yang usianya sudah ratusan tahun. Dia berpikir tiang pasti sudah mulai busuk dimakan rayap.
Saat Snouck menebasnya, tiang penyangga sama sekali tak roboh atau bergerak sedikit pun. Namun, tebasan itu menyebabkan sedikit goresan bekas tancapan mata pedang. Hingga kini, goresan itu masih membekas di salah satu tiang penyangga.
Melihat tindakan tak wajar, Snouck diseret oleh warga keluar dari masjid sejauh kurang lebih 50 meter hingga ke simpang Desa Penampaan. Setelah kejadian itu, warga dan tengku membersihkan masjid, terutama tempat Snouck duduk hingga jalanan yang ia lalui saat diseret.
***
TAK hanya bangunan Masjid Asal yang bernilai sejarah, sumur masjid juga menjadi saksi bisu gigihnya perlawanan masyarakat Gayo terhadap kolonial.
Sumur terletak di dalam masjid. Saat ini sumur sudah tertutup secara permanen oleh semen. Air sumur dipercaya berkhasiat menyembuhkan berbagai penyakit. Menurut Rajmi, dulunya sumur itu menjadi cermin yang digunakan masyarakat Gayo untuk memantau aktivitas militer kolonial Belanda saat ingin memasuki wilayah tersebut.
Namun, kata dia, hanya orang-orang yang memiliki kelebihan saja dapat melihat cermin sumur itu. Ketika penjajah ingin menyerbu Gayo, air sumur menjadi petunjuk dari mana arah penyerangan dilakukan. “Masyarakat Gayo pun bisa mengatur strategi perlawanan juga,” ujar Rajmi.
Karena itulah, kata dia, desa di pinggir Kota Blangkejeren itu dinamakan Penampaan. “Artinya, semua bisa nampak dari sumur yang berada di Masjid Asal,” ujarnya.
Belanda tak tinggal diam terhadap gagalnya setiap penyerangan. Lama kelamaan mereka tahu bahwa mata air sumur Masjid Asal penyebab kegagalan. Belanda berniat menguasai masjid.
Lalu para ulama dan tokoh masyarakat waktu itu sepakat menimbun sumur agar tidak ditemukan Belanda. Namun, sumur itu kembali digali saat keamanan membaik.
***
SEKITAR 2008 hingga 2009, kompleks Masjid Asal direhab. Tempat warga salat lima waktu di samping Masjid Asal dibangun baru sehingga terlihat menyatu dengan masjid. Pembangunan ini dilakukan oleh warga secara swadaya dan sumbangan-sumbangan dari para peziarah Masjid Asal.
Kini, kompleks Masjid Asal terlihat megah. Bangunan masjid bercorak modern “membungkus” Masjid Asal yang masih kokoh berdiri di salah satu sudut halaman kompleks tersebut. Bentuk asli peninggalan sejarahnya masih dilestarikan, kecuali lantainya yang telah disemen. Saat masuk ke dalam, suasana masjid terasa sejuk dan menenangkan.
Di dalam masjid ini juga terdapat dua buah kitab suci Alquran peninggalan sejarah yang diperkirakan berumur kurang lebih 800 tahun. Cagar budaya ini masih dilestarikan hingga kini oleh warga dan pemerintah daerah setempat meski sejarahnya perlu diteliti.[]
BOY NASHRUDDIN AGUS | JAUHARI SAMALANGA | SAHRIFIN (Gayo Lues)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar