Kamis, 18 Desember 2014

Mengulas Misteri Dari Lagenda Dedap Durhake di Pulau Bengkalis (Riau)

Mithos Mempelam Manis dan Masam yang terdapat di Kuala Sungai Dedap.Lagenda turun temurun yang dipercaya tentang Dedap masih berlaku hingga saat ini. Dedap memang merupakan gugusan pulau kecil. Jika kita berlayar melintasi selat Bengkalis, pulau ini akan terlihat jelas. Pulau ini tidak ada penghuninya, menurut lagenda pulau ini terbentuk karena sumpah seorang ibu terhadap anaknya. Sang anak bernama Si Tanggang.

Konon, kehidupan keluarga Tanggang sangat miskin, ibu dan ayahnya hidup dari mencari kayu bakar. Sesudah dewasa si Tanggang pergi merantau. Ibu Tanggang bernama Urai, seperginya Tanggang, ibu sangat berharap berjumpa kembali dengan anaknya. Saban hari ia berdo’a untuk dipertemukan dengan Tanggang. Setelah sekian lama merantau, si tanggang berhasil, namun karena telah kaya, si tanggang lupa pada orang tuanya. ”Bak kacang lupekan kulit”.


Kemashuran Tanggang sampai dimana-mana. Pada suatu hari, Tanggang dengan kekayaanya melakukan pesiar keliling pulau. Tibalah sampai ke kampungnya. Di situ Ibunya berniat bertemu dengan Tanggang dan mencoba naik ke kapal untuk bersua langsung dengan Tanggang. Ketika ibunya hendak naik ke kapal, tanggang tak mengakuinya dan ibu tersebut di pukul oleh anak buah Tanggang. Karena rasa sakit hati, lalu ibunya mengeluarkan kata-kata kasar kepada si tanggang. “Kalau kau benar bukan anak aku, maka selamatlah engkau, dan kalau kamu benar anakku, maka musibahlah yang menimpamu” setelah mengucapkan itu, ibunya dan ayahnya lalu pergi meninggalkan kapal tersebut, menuju kuala sungai Dedap, namun ketika itu turunlah Topan dan badai, sehingga kapal si dedap karam.


Karena rasa kasihan, ibunya hendak berbalik, tapi ayahnya sudah terlalu sakit hati, sehingga mereka berlawanan, ibunya ingin kembali ke Tanggang sedangkan ayahnya tidak lagi mau menengok sitanggang lagi. Ada versi yang mengatakan, karena perlawanan itulah, perahu ibu se tanggang karam dan kedua-duanya mati tenggelam. Dan ada pula versi lain yang mengatakan bahwa kedua orang tua tersebut meninggal setelah si tanggang jadi pulau. Konon katanyam, setelah kedua orang tua tersebut meninggal maka tumbuhlah Mempelam Manis dan Masam. Mempelam manis dan masam ini menggambarkan dua sikap orang tua Tanggang, yang baik dan buruk. Mempelam Manis adalah Sikap Ibunya si tanggang yang sudah memaafkan anaknya sedangkan masam adalah sikap ayahanda Tanggang yang murka pada anaknya.


Menurut penuturan warga Dedap, Pak Dolah (72), cerita pulau Dedap yang masih dipercaya orang sampai saat ini terkait penghuninya, yang juga makhluk halus. Orang setempat menyebutnya dengan orang bunian. Konon, pula orang bunian ini banyak tinggal di kampung ini. Orang bunian ini tak tampak, tapi rumor-rumor yang terjadi membuat cerita tentang orang bunian ini sangat kuat. ”Dulu waktu banyak orang kampung ini bisa berbelanja kat Malaysia dan Singapure, mereka nyakap ada mesjid besar didirikan di Dedap, karena mereka pesan seng berkodi-kodi, tapi nyatanya kan tak ada bangunan besar disini, mungkin juga orang bunian yang pesan,” ujar warga kampung lain.


Sejak zaman dulu, ketika kampung ini dibuka memang ada perjanjian warga dengan orang bunian. Kata Dolah, dulu kampung ini dibuka oleh tujuh orang pengikut kerajaan Siak. Karena saat itu pemerintahannya zalim tujuh orang ini pergi meninggalkan kerajaan dan pergi ke pulau Dedap. Ketujuh orang tersebut membawa keahlian masing-masing, ada alim ulama, bomo, dan lain-lain.
Suatu hari, setelah sampai di kuala sungai Dedap ini mereka pun membuat kampung disini. Saat membuka hutan terlihatlah oleh mereka batang yang berduri halus dan berdaun lebar yang banyak tumbuh di tempat tersebut. Pohon itu diberi nama pohon dedap, maka dari itulah kampung tersebut diberi nama Kampung Dedap.


Salah satu dari tujuh penghuni baru kampung ini rupanya bisa melihat keberadaan orang bunian. Orang bunian tersebut menempati dua wilayah, wilayah darat dan laut. Ketika orang Banjar, datang ke kampung ini. Tujuh orang tersebut mewasiatkan menjaga orang bunian yang ada di kampung tersebut.

Sebuah cerita yang membuahkan makna begitu berharga bagi setiap anak yang terlahir dari rahim ibundanya, menurut pakar pendidikan bahwa cerita tersebut dapat membangkitkan keteladanan dalam membentuk kepibradian seorang anak. Oleh karena itu tak salah jika orang tetua dulu sebelum menidurkan anak ucunya selalu diawali dengan berkisah atau mendongeng terlebih dahulu.

PROYEKSI NILAI LELUHUR DI BALIK PERISTIWA
LEGENDA PULAU DEDAP

Inilah cuplikan tempramental yang tedapat  pada legnda Pulau Dedap tersebut, bahwa kemasyhuran yang diraih dengan bergelimang harta dan tahta mengalahkan kesantunan, kerendahan hati dan penghormatan terhadap orang lain terutama kepada kedua orang tua. Terlebih sikap Dedap yang amat tak terpuji karena ia malu mengakui ibunya yang telah berjasa melahirkan, membesarkan dan memperhatikannya dikarenakan ibunya tua renta dan miskin papa.

Oleh karena legenda tersebut mengandung education values (nilai-nilai pendidikan) dalam kehidupan bermasyarakat, bertetangga, dan berkeluarga, maka muncullah klise yang dituturkan para seniman dan budayawan melalui lirik lagu yang dilantunkan oleh Osman dan Rini dalam syairnya berikut ini:
“Tersebut kisah di Selat Bengkalis, dekat Bandul Tanjung Sekodi
tersebut kisah Dedap Durhaka, anak yang tidak membalas guna
Pais Dedak Panggang Keluang, Bekal si Dedap pergi merantau
Setelah kaya lupakan diri, Bunda Kandungnya tak diakuinya
Dedap Durhaka Budak Celaka, tak tau diri apa jadinya
Bagaikan Kacang lupakan Kulit, setelah kering ditimpa panas
Lahirlah Sumpah Bunda Kandungnya, turunlah Angin Puting Beliung
Lancang si Dedap menjadi Pulau, tumbuhlah Mempelam Manis dan Masam”.

Dalam karya lain terungkap dalam untaian kata-kata sastra yang tidak lain sebagai tunjuk ajar dalam rumpun keluarga, masyarakat beradat atas urgennya nilai-nilai pendidikan itu sebagaimana yang diillustrasikan oleh budayawan Riau yang mumpuni di bidangnya yakni Dr. (HC) H. Tennas Effendi dengan piawainya merangkai kata-kata bertuah berikut ini:

“Anak dididik pada yang baik, diajar pada yang benar
Dibela pada yang mulia, dituntun pada yang  santun
Ditunjuk  pada yang elok, dipelihara pada yang sempurna
Dijaga pada yang berguna, anak dididik dengan kasih,
Kasih jangan berlebih-lebihan, kasih berlebih membutakan
Anak dididik dengan keras, tetapi jangan terlalu keras,
terlalu keras menjadi naas”

Di era konseptual sekarang ini batas penghormatan dan kepatuhan sudah mulai memudar. Hardikan anak, bentakan dan sanggahan anak terhadap orang tua seakan menjadi tradisi yang lepas kendali baik moral, adat, hukum dan agama, laksana irama kedurhakaan yang membosankan, Inilah PR kita untuk menyelamatkan Negeri agar tetap santun, terhormat dan bermartabat dimanapun kita berada, juga dalam kondisi apapun yang dijumpa.

Sedangkan dalam prespektif cultural approach (pendekatan budaya) menurut Fadillah Om (2007:44) menyimpulkan bahwa mendongeng atau story telling ternyata dapat dijadikan sebagai media membentuk kepribadian karakter dan moralitas anak usia dini. Sebab dari kegiatan mendongeng tersebut mengandung  manfaat yang bersentuhan secara langsung (persuasif) kepada siapapun yang membaca dan mendengarnya demikian pula terhadap yang mengutarakannya, sehinggga terjalinnya kultur interaksi komunikasi yang harmonis dalam rumah tangga.

Hal tersebut menjadi modal penting untuk menciptakan komunikasi dalam komponen keluarga sehingga melahirkan suasana akrab, bersahaja, damai sekaligus mengarahkan anak kepada pola pikir yang konstruktif  bukan deskruktif. Inilah didikan yang harus dirawat agar senantiasa terjaga dan terpelihara dari bias-bias dekadensi moral  ketika anak beranjak remaja dan dewasa.

Jadi titik terpenting dalam membentuk moral sang anak adalah lingkungan sekitar rumah, setelah itu lingkungan sekolah dan terakhir adalah lingkungan masyarakat sekitar. Analisis ini pada hakikatnya sudah ada 15 abad yang silam sebgaiamana terukir  dalam al-Qur’an surat At-Tahrim ayat 6 yang berbunyi:

yang Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, jagalah diri kalian dan keluarga kalian dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (At-Tahrim: 6)

Sangatlah wajar jika kita mengharapkan keluarga sebagai pelaku utama dalam mendidik dasar–dasar moral pada anak. Namun, ketika di lingkungan rumahnya sudah tidak nyaman, biasanya anak-anak akan memberontak di luar rumah (kalau tidak di sekolah, pasti di lingkungan masyarakat). Oleh karenanya agar tidak terjadi hal demikian, maka sudah sewajarnya orang tua membina interaksi komunikasi yang baik dengan sang buah hati supaya di masa mendatang anak tetap meminta jalan keluar kepada orang tuanya bukan kebayakan orang saat ini malah mengadu kepada tetangga dan teman sebaya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar