Ribut-ribut soal Soldatenkaffe, cafe bernuansa NAZI di Bandung, memunculkan pemandangan, bahwa masyarakat kita tidak menempatkan diri pada proporsinya. Sebuah study mengenai holocaust baru-baru ini merelease berita, bahwa total kematian yang disebabkan oleh NAZI mencapai 20 juta jiwa. 6 juta diantaranya adalah Yahudi, sehingga 14 juta selebihnya adalah non Yahudi.
Tentu saja dunia bereaksi keras atas dibukanya cafe bernuansa NAZI ini. Seolah merayakan sebuah pembantaian massal. Apakah anda senang jika ada manusia dibunuh secara massal karena etnisnya maupun agamanya? Tidak ada orang yang dapat memilih bagaimana dia dilahirkan.
Apakah NAZI adalah satu-satunya yang kejam di dunia ini? Tidak.
Mari saya perkenalkan bangsa yang juga pernah melakukan pembantaian manusia besar-besaran yang membuat dunia tercengang: INDONESIA.
indonesia-digest
.
Sebuah peristiwa yang ditutup-tutupi oleh sejarah Indonesia selama bertahun-tahun, dibuka oleh Google celaka ini. Dunia menyebutnya Indonesian Killings. Atau, Indonesian Genocide. Disebut-sebut sebagai salah satu pembunuhan massal terbesar di abad 20. Sementara filmnya The Act of Killing tidak boleh beredar di Indonesia.
Tanggal 30 September 1965, 6 Jenderal dibunuh oleh kelompok yang menamakan dirinya Gerakan 30 September. Tanggal 5 Oktober, saat pemakaman para Jenderal tersebut, tentara mulai melakukan pencarian terhadap pihak-pihak yang diduga terlibat.
Bahaya yang kemudian muncul tak terkendali justru ditrigger oleh propaganda labelisasi: PKI adalah Atheis. Yang menimbulkan pembunuhan terhadap simpatisan PKI oleh rakyat sendiri. Baik orang dewasa, anak-anak hingga bayi simpatisan PKI dibunuh oleh masyarakat Indonesia. Tidak ada data pasti, berapa jumlah korban. Wikipedia mencatat 500.000 hingga 1 juta simpatisan PKI telah dibunuh. Namun, TNI menyebut angka 3.000.000 orang dibunuh oleh masyarakat.
Kita menolak keberadaan PKI di Indonesia. Namun membunuh simpatisan PKI, keluarganya, anak-anaknya, dan bayi-bayinya karena mereka dilabeli atheis, adalah tindakan biadab yang dilakukan oleh theis. Sebuah catatan sejarah yang memalukan.
Propaganda dengan cara labelisasi terbukti lebih berbahaya daripada label itu sendiri. Oleh karenanya, waspadai propaganda labelisasi terhadap orang lain, apakah label Atheis, maupun Kafir.
.
- Esther Wijayanti -
Tidak ada komentar:
Posting Komentar