Di dalam salah satu tulisannya, di harian umum Republika, Dr Muhammad Hariyadi, MA, menulis :
Rasulullah tercatat tiga kali melakukan shalat tarawih di masjid yang diikuti oleh para sahabat pada waktu lewat tengah malam. Khawatir shalat tarawih diwajibkan karena makin banyaknya sahabat yang turut berjamaah, pada malam ketiga Rasulullah lalu menarik diri dari shalat tarawih berjamaah dan melakukannya sendiri di rumah.Ada hal menarik, dari tulisan Dr Muhammad Hariyadi, MA di atas, yaitu Rasulullah mengerjakan Shalat “Tarawih” adalah disaat biasanya umat muslim melakukan ibadah Shalat “Tahajud”, yakni pada waktu lewat tengah malam.Pada saat selesai Shalat Subuh beberapa hari kemudian beliau menyampaikan konfirmasi :“Sesungguhnya aku tidak khawatir atas yang kalian lakukan pada malam-malam lalu, aku hanya takut jika kegiatan itu (tarawih) diwajibkan yang menyebabkan kalian tidak mampu melakukannya.” (HR. Bukhari).
Sejarah Shalat Tarawih
Di dalam Al-Fatawa Al-Mukhtarah Thariqul Islam, Syekh Hamid bin Abdillah Al-Ali memberi keterangan sebagai berikut :
Di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan sahabat, baik Tarawih maupun Tahajud, dinamakan Qiyamul Lail.Kemudian, setelah itu, kaum muslimin di generasi setelah beliau melaksanakan shalat ketika bulan Ramadan di awal malam, karena ini keadaan yang paling mudah bagi mereka.
Khusus di bulan Ramadan, terkadang ‘Qiyamul Lail‘ disebut juga ‘Qiyam Ramadhan‘. Rasulullah bersama para sahabat, melaksanakan shalat selama satu bulan di waktu awal malam sampai akhir malam.
Mereka juga mengerjakan Qiyamul Lail di penghukung malam, terutama pada sepuluh malam terakhir, dalam upaya mencari pahala yang lebih banyak dan mendapatkan Lailatul Qadar.
Selanjutnya, mereka menyebut kegiatan shalat di awal malam setelah isya, dengan nama ‘Shalat Tarawih’, dan mereka menyebut shalat sunah yang dikerjakan di akhir malam dengan nama ‘Shalat Tahajud’.Dari uraian di atas, dapat kita pahami bahwa, istilah Shalat Tarawih, pada hakekatnya adalah Qiyamul Lail (yang biasa kita sebut sebagai Shalat Tahajud), yang waktu pelaksanaannya dikerjakan di bulan Ramadhan.
Semua itu, dalam bahasa Alquran, disebut ‘Tahajud‘ atau ‘Qiyamul Lail‘, dan tidak ada perbedaan antara keduanya dalam bahasa Alquran.
WaLlahu a’lamu bishshawab
Catatan :
(-) Hadits tentang Qiyamul Lail di Bulan Ramadhan
حَدَّثَنِي حَرْمَلَةُ بْنُ يَحْيَى أَخْبَرَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ وَهْبٍ أَخْبَرَنِي يُونُسُ بْنُ يَزِيدَ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ قَالَ أَخْبَرَنِي عُرْوَةُ بْنُ الزُّبَيْرِ أَنَّ عَائِشَةَ أَخْبَرَتْهُ
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَرَجَ مِنْ جَوْفِ اللَّيْلِ فَصَلَّى فِي الْمَسْجِدِ فَصَلَّى رِجَالٌ بِصَلَاتِهِ فَأَصْبَحَ النَّاسُ يَتَحَدَّثُونَ بِذَلِكَ فَاجْتَمَعَ أَكْثَرُ مِنْهُمْ فَخَرَجَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي اللَّيْلَةِ الثَّانِيَةِ فَصَلَّوْا بِصَلَاتِهِ فَأَصْبَحَ النَّاسُ يَذْكُرُونَ ذَلِكَ فَكَثُرَ أَهْلُ الْمَسْجِدِ مِنْ اللَّيْلَةِ الثَّالِثَةِ فَخَرَجَ فَصَلَّوْا بِصَلَاتِهِ فَلَمَّا كَانَتْ اللَّيْلَةُ الرَّابِعَةُ عَجَزَ الْمَسْجِدُ عَنْ أَهْلِهِ فَلَمْ يَخْرُجْ إِلَيْهِمْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَطَفِقَ رِجَالٌ مِنْهُمْ يَقُولُونَ الصَّلَاةَ فَلَمْ يَخْرُجْ إِلَيْهِمْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَتَّى خَرَجَ لِصَلَاةِ الْفَجْرِ فَلَمَّا قَضَى الْفَجْرَ أَقْبَلَ عَلَى النَّاسِ ثُمَّ تَشَهَّدَ فَقَالَ أَمَّا بَعْدُ فَإِنَّهُ لَمْ يَخْفَ عَلَيَّ شَأْنُكُمْ اللَّيْلَةَ وَلَكِنِّي خَشِيتُ أَنْ تُفْرَضَ عَلَيْكُمْ صَلَاةُ اللَّيْلِ فَتَعْجِزُوا عَنْهَا
Telah menceritakan kepadaku Harmalah bin Yahyaa, telah mengkhabarkan kepada kami ‘Abdullaah bin Wahb, telah mengkhabarkan kepadaku Yuunus bin Yaziid, dari Ibnu Syihaab, ia berkata, telah mengkhabarkan kepadaku ‘Urwah bin Az-Zubair bahwa ‘Aaisyah mengkhabarkan kepadanya, bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam pernah keluar di tengah malam (bulan Ramadhan) kemudian beliau shalat malam di masjid, lalu shalatlah beberapa orang laki-laki mengikuti beliau. Maka orang-orang saling menceritakan kepada yang lainnya mengenai hal tersebut sehingga banyak dari mereka yang berkumpul. Pada malam yang kedua, Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam kembali keluar dan shalat bersama mereka dan orang-orang pun menyebutkan mengenai hal tersebut hingga pada malam yang ketiga jama’ah masjid semakin bertambah banyak dan Rasulullah keluar dan kembali shalat bersama mereka. Hingga pada malam keempat, masjid menjadi penuh oleh jama’ah namun Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam tidak keluar kepada mereka, seorang lelaki dari jama’ah tersebut berseru, “Shalat!” Akan tetapi beliau tidak juga keluar hingga beliau keluar untuk shalat Fajr. Ketika beliau usai shalat Fajr, beliau menemui mereka, kemudian mengucapkan syahadat, beliau bersabda, “Amma ba’d, sesungguhnya tidak ada kekhawatiran dalam diriku mengenai kalian semalam, akan tetapi aku mengkhawatirkan hal itu (shalat malam) akan diwajibkan atas kalian, maka kalian tidak mampu melaksanakannya.”
[Shahiih Muslim no. 763; Shahiih Al-Bukhaariy no. 2012]
Shalat yang pertama kali disyari’atkan adalah QIYAMUL LAYL atau shalat malam karena dilaksanakan pada malam hari. Shalat ini disyari’atkan jauh sebelum adanya kewajiban shalat yang lima waktu. Setelah turunnya wahyu tentang kewajiban shalat lima waktu, maka shalat malam atau QIYAMUL LAYL berubah statusnya menjadi nafilah (pelengkap) atau hukumnya sunnah.
QIYAMUL LAYL boleh dilakukan disepanjang malam sebagaimana difirmankan di dalam surat al-Muzzamil ayat 2-4, yang artinya: Bangunlah (untuk shalat) di malam hari kecuali sedikit (daripadanya). Yaitu seperduanya atau kurangilah dari seperdua itu sedikit. Atau lebih dari seperdua itu. Dan bacalah al-Qur’an itu DENGAN PERLAHAN-LAHAN: (QS 73:2-4).
Namun begitu di dalam banyak riwayat disebutkan bahwa Rasulullah saw seringkali melakukan QIYAMUL LAYL di sepertiga akhir malam, setelah tidur terlebih dahulu. Oleh sebab itu QIYAMUL LAYL disebut juga TAHAJUD. Maka TAHAJUD adalah QIYAMUL LAYL atau shalat malam yang dilakukan setelah terlebih dahulu tidur.
Jumlah rakaat shalat malam atau QIYAMUL LAYL adalah ganjil. Jumlah rakaat ganjil dilakukan pada penutup rangkaian shalat malam atau disebut WITIR. Jumlah rakaatnya bisa dilakukan sebanyak 1, 3, 5, 7, 9 sampai 11 rakaat. Oleh sebab itu shalat malam bisa disebut QIYAMUL LAYL, atau TAHAJUD atau WITIR.
Bagi Rasulullah saw, shalat malam atau QIYAMUL LAYL atau TAHAJUD atau WITIR senantiasa dikerjakan setiap malam. Oleh sebab itu di dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam An-Nasai, jika beliau lupa atau tertidur, maka beliau menggantinya di siang hari.
Sedangkan bagi ummatnya beliau menganjurkan dilaksanakan maksimal 2 malam sekali (mirip seperti pelaksanaan shaum Daud) – semalam dikerjakan – semalam tidak.
Sedangkan selama bulan Ramadhan, Rasulullah saw menganjurkan para sahabat untuk melaksanakan shalat malam atau QIYAMUL LAYL setiap malam. Namun begitu, para sahabat banyak yang tidak melakukannya.
Oleh sebab itu pada suatu malam, tepatnya pada tanggal 25 Ramadhan beliau masuk ke masjid untuk memimpin shalat malam atau QIYAMUL LAYL berjamaah. Akhirnya para sahabat pun berbondong-bondong melaksanakan shalat malam atau QIYAMUL LAYL berjamaah bersama Rasulullah saw.
Pada malam berikutnya atau tanggal 26 Ramadhan, para sahabat kembali berkumpul di masjid untuk melaksanakan shalat malam (QIYAMUL LAYL) berjamaah tetapi Rasulullah saw tidak muncul sampai tiba waktu sahur.
Malam berikutnya, yaitu tanggal 27 Ramadhan, Rasulullah saw kembali datang ke Masjid untuk memimpin shalat malam (QIYAMUL LAYL) berjamaah – para sahabat pun kembali beramai-ramai melaksanakan shalat malam (QIYAMUL LAYL) berjamaah.
Pada malam berikutnya, yaitu tanggal 28 Ramadhan, para sahabat yang ingin melaksanakan shalat malam (QIYAMUL LAYL) bersama Rasulullah semakin banyak, tetapi sayang beliau tak kunjung datang untuk memimpin sholat malam (QIYAMUL LAYL) sampai tiba waktu sahur.
Pada malam berikutnya, yaitu tanggal 29 Ramadhan, Rasulullah kembali datang ke Masjid untuk memimpin sholat malam (QIYAMUL LAYL) – para sahabat pun menyambutnya dengan suka cita.
Melihat kenyataan di atas, para sahabat bertanya kepada Rasulullah. Kenapa beliau hanya memimpin sholat malam (QIYAMUL LAYL) selama 3 hari yaitu pada tanggal 25, 27, dan 29 Ramadhan saja. Maka kemudian Rasulullah saw menjawab, jika aku melakukannya setiap malam, khawatir sholat malam (QIYAMUL LAYL) di bulan Ramadhan akan menjadi sholat wajib.
Semenjak peristiwa itu, maka di tahun-tahun berikutnya para sahabat rajin melaksanakan sholat malam (QIYAMUL LAYL) setiap hari di bulan Ramadhan. Oleh sebab itu sholat malam (QIYAMUL LAYL) disebut juga QIYAMU RAMADHAN. Para sahabat melakukannya secara sendiri-sendiri (Munfarid) baik di masjid ataupun di rumah.
Kebiasaan melaksanakan QIYAMU RAMADHAN secara sendiri-sendiri terus berlangsung sampai pada masa kekhalifahan Umar bin Khatab.
Pada masa Umar bin Khatab menjadi khalifah, beliau melihat bahwa pelaksanaan QIYAMU RAMADHAN secara sendiri-sendiri tidak bagus. Seringkali para sahabat yang melaksanakannya di masjid tampak seperti sedang melakukan perlombaan sholat.
Ketika sahabat yang satu sedang ruku’, sahabat yang lain ada yang baru bertakbir, ada pula yang sudah sujud. Oleh sebab itu khalifah Umar bin Khatab berpikiran alangkah baiknya jika QIYAMU RAMADHAN dilaksanakan di masjid sebulan penuh dan dilakukan secara berjamaah. Beliau memahami alasan Rasulullah tidak melaksanakan QIYAMUL LAYL atau QIYAMU RAMADHAN berjamaah di masjid sebulan penuh karena kekhawatiran sholat tersebut akan menjadi sholat wajib di bulan Ramadhan.
Namun khalifah Umar bin Khatab berpendapat bahwa kekhawatiran itu terjadi pada waktu dulu ketika pewahyuan atau pentasyrian masih berjalan, sedangkan saat ini (masa khalifah Umar), Rasulullah sudah wafat sehingga kekhawatiran itu tidak mungkin terjadi. Dengan kata lain khalifah Umar bin Khatab berkeyakinan bahwa Allah swt tidak akan menurunkan wahyu lagi untuk menjadikan QIYAMU RAMADHAN menjadi wajib, karena pewahyuan atau pentasyrian sudah berhenti.
Oleh sebab itu, kemudian khalifah Umar bin Khatab menunjuk seorang sahabat bernama Ubay bin Ka’ab menjadi imam QIYAMU RAMADHAN. Pelaksanaannya dilakukan setelah orang-orang beristirahat sebelum tidur malam. Sholatnya dilakukan dengan santai serta diselingi beberapa kali istirahat. Untuk mengisi waktu jeda atau istirahat,
para sahabat ada yang membaca al-Qur’an ada pula yang berdiskusi. Karena QIYAMU RAMADHAN dilakukan dengan santai serta diselingi banyak istirahat, maka akhirnya dinamai pula sholat TARAWIH. Tarawih sendiri artinya adalah santai atau banyak istirahat. Konon sholat malam atau QIYAMUL LAYL atau QIYAMU RAMADHAN atau sholat TARAWIH yang dipimpin Ubay bin Ka’ab berjumlah 20 rakaat di tambah rakaat ganjil penutup sebanyak 1 atau 3 rakaat.
Dengan demikian maka sholat malam atau QIYAMUL LAYL, atau TAHAJUD, atau WITIR, atau QIYAMU RAMADHAN atau sholat TARAWIH adalah Alfadzun wal makna wahid, banyak nama untuk menyebut satu perbuatan yang sama. Oleh sebab itu tidak perlu melakukan sholat malam sebanyak dua atau tiga kali atau lebih setiap malam selama bulan Ramadhan dengan nama yang berbeda, karena sesungguhna maknanya satu.
Wallohu a’lam bis shawab
Yudi N. Ihsan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar