Kisah tentang ratu adil dari Saba’ yang kini adalah Yaman, tetap melegenda. Ratu yang konon berwajah cantik dan berparas ayu itu membuat penasaran Nabi Sulaiman. Ia adalah Bilqis yang non-Muslim hingga akhirnya menikah dengan Nabi Sulaiman dan memeluk agama tauhid. Kisah ini pun terabadikan dalam Alquran.
Figur Bilqis sebagai pemimpin perempuan yang adil, bijaksana, dan proraykat itu mengkristal di pribadi Arwa as-Sulayhi. Arwa yang lahir pada 440 Hijriyah (1048 M) di Haraz, daerah pedalaman Isma’ilism di Yaman, adalah seorang ratu yang memerintah Yaman lebih dari setengah abad. Ia tak pernah kehilangan dukungan rakyatnya. Rakyatnya menyebutnya Balqis al-Sughra (Young Quenn of Sheba).
Menurut sejarah, Arwa yang merupakan kemenakan dari pemimpin Yaman saat itu, Ali as-Sulayhi, dikenal sebagai sosok yang berani, beriman, dan mandiri.
Arwa yang sudah yatim sejak kecil itu juga cerdas dan cepat belajar, memiliki ingatan yang kuat dalam puisi, cerita, dan kisah sejarah. Dia memiliki pengetahuan yang luas tentang Alquran dan hadis. Sejarawan juga mengatakan bahwa dia sangat cantik.
Arwa dibawa ke Istana Sana’a di bawah didikan bibinya, Ratu Asma binti Shihaab as-Sulayhiyya, yang hebat. Pada 1066, saat umurnya menginjak 17 tahun, dia dinikahkan dengan sepupunya, Ahmad al-Mukarram al-Sulayhi bin Ali bin Muhammad as-Sulaihi.
Arwa menemani mertua dan suaminya setelah Sayyidina Ali as-Sulayhi mangkat. Arwa memiliki empat orang anak, yaitu Muhammad, Ali, Fatima dan Umm Hamdan.
Setelah Ali as-Sulayhi wafat pada 1067, suami Arwa, Ahmad, menjadi pemimpin Yaman secara de jure. Namun, dia tak bisa memimpin dalam kondisi lumpuh dan hanya terbaring di tempat tidur. Suaminya lalu memberi seluruh kekuasaan kepada Arwa.
Ratu Arwa memusatkan perhatiannya pada kesejahteraan rakyatnya. Dia membangun masjid, jalan, dan sumber air. Dia juga tertarik akan kebudayaan dan studi agama. Dia mengatur beberapa pusat pendidikan.
Pemindahan ibu kota
Tindakan pertama yang dilakukan Arwa saat memimpin adalah memindahkan ibu kota dari Sana’a ke Jibla. Pemindahan ini atas alasan strategi perang dengan rivalnya, pemimpin Najahid, Sa’id bin Najar.
Dia lalu memikat Sa’id ibn Najar dan menjebaknya pada 1088. Arwa lalu membangun istana baru di Jibla dan mengubahnya menjadi masjid yang kelak menjadi tempat peristirahatan terakhir bagi Arwa.
Di Sana’a, Arwa memperluas masjid dan memperbaiki jalan dari arah Samarra menuju pusat kota. Di Jibla, dia memiliki istana baru dan membangun masjid. Dia juga diketahui membangun banyak sekolah selama pemerintahannya. Arwa meningkatkan ekonomi dan mendukung perkembangan pertanian.
Arwa diberi peringkat tertinggi dalam dakwah Yaman, yaitu Hujja, oleh Imaam Al-Mustansir Billah pada 1084. Ini adalah pertama kalinya seorang wanita diberi status seperti itu dalam sejarah Islam.
Arwa tetap berkuasa hingga dia meninggal pada 1138. Dia dimakamkan di samping masjid yang dibangunnya di Jibla. Kini, makamnya dijadikan tempat ziarah. Universitas Queen Arwa dinamakan untuk mengenangnya.
Reporter : Afriza Hanifa |
Redaktur : M Irwan Ariefyanto |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar