Ketidakpatuhan kepada ulama memicu degradasi moral.
Kitab yang ditulis oleh seorang Salaf yang wafat pada 360 H, Imam Abu Bakar Muhammad bin Al Husain bin Abdullah Al Ajurri, yang berjudul Akhlaq al-Ulama', layak mendapat apresiasi.
Bagaimana mendudukkan posisi seorang ulama secara proporsional sekaligus ideal. Sebab, bagaimanapun, ibarat lentera, ulama mestinya menerangi jalan umatnya.
Menurut Pengasuh Pesantren Mahasina Pondok Gede, Ustazah Badriyah Fayumi, Lc MA, para ulama dalam sebuah riwayat disebut sebagai pewaris para nabi. Sosok nabi tak hanya pandai ilmu agama, tetapi juga menjadi panutan.
Ini dengan kearifan dan kebijaksanaan yang mereka miliki, sekaligus aktif menjadi motor penggerak perubahan. Sebab itulah, mestinya ulama tak hanya berkutat di lingkungan elite, tetapi juga seluruh lapisan masyarakat. ''Ulama yang memiliki kriteria seperti nabi inilah yang harus ditaati,'' ujarnya.
Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) ini melanjutkan, dalam bidang agama, mereka memiliki otoritas. Para ulama termasuk kategori ulil amri, seperti ditegaskan surah an-Nisa ayat 59. ”Wahai orang-orang yang beriman, taatlah kamu kepada Allah dan taatlah kamu kepada Rasulullah dan kepada ulil amri.”
Ia menyebutkan secara sederhana kriteria ulama yang ideal. Paling tidak, empat sifat wajib seorang nabi dan rasul tecermin dalam diri para ulama, seperti jujur (shidq), amanah, menyampaikan misi dan pesan (tabligh), dan cerdas (fathanah).”Ulama dengan kriteria inilah yang wajib ditaati,” tuturnya.
Keberadaan sifat-sifat ini sangat penting, terang Badriyah, agar para ulama menjadi teladan. Tak boleh mengedepankan kepentingan pribadi atau kelompok, dan ulama adalah milik umat.
Ia pun meminta agar ulama tak terjebak logika komersialisasi dakwah. Sebab, dakwah tidak untuk dikomersialkan, lantas ia pun mengutip surah Huud ayat ke-51. Sekalipun, ia mengimbau masyarakat juga menghargai jerih payah dan mendukung kesejahteraan ulama.
Taatilah ulama, pinta Badriyah. Ketidakpatuhan terhadap ulama akan menciptakan degradasi moral dalam masyarakat. Jika pandangan ulama tidak lagi dianggap, buramlah orientasi manusia. Tak hanya di dunia, tetapi juga akhirat kelak.
Ketua Yayasan Hazanah Kebajikan Pondok Cabe Drs Najmuddin Shiddiq mengatakan, wajib hukumnya menaati ulama. Ini merujuk pada ayat ke-59 surah an-Nisa. Definisi ulil amri pada ayat tersebut mencakup pula ulama. ''Ulil amri ini bisa pemerintah, pemimpin, atau para ulama," ujarnya.
Menurut Najmuddin, ulama yang baik adalah ulama yang membimbing ke jalan Allah SWT, yang meluruskan jalan orang-orang yang tidak bertakwa. Ulama yang seperti itu wajib untuk diikuti dan ditaati.
Namun, sebelum mengikuti ulama tentu tak kalah pentingnya harus mengikuti Allah dan Rasul-Nya. Sedangkan, ulama yang mesti ditaati pun harus mampu mengarahkan ke arah ketaatan tersebut.
Bukan malah menaati mereka yang menggiring ke arah dualisme penghambaan atau syirik. ”Melainkan ulama yang berakhlak,” katanya.
Jika tidak menaati ulama, imbuhnya, maka niscaya akan terhalang mendapat ilmu praktis. Dan, ketidakpatuhan terhadap ulama merupakan pertanda hari akhir, ketika tak ada lagi di dunia kecuali hanya orang yang buruk akhlaknya dan memimpin umat tanpa disertai kualitas dan kapasitas keilmuan yang mumpuni.
Reporter : Riana Dwi Resky |
Redaktur : Damanhuri Zuhri |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar