JALAN Residen Danubroto, Lamlagang Banda Aceh tampak sibuk menjelang siang tadi Jumat, 23 Agustus 2013. Murid sekolah dasar tampak berhamburan. Di sekitarnya beberapa warung berderet dengan kesibukan berbeda. Tak jauh dari sana, sebuah lapangan futsal ramai dengan remaja tanggung.
Ramainya Lamlagang siang ini ternyata tak terasa di komplek makam Raja Reubah, makam kuno yang berada di tengah kebisingan kota, di Kecamatan Banda Raya.
Walaupun letaknya tak jauh dari jalan utama Residen Danubroto, namun mencari makam ini terbilang sulit. Letaknya di tengah gundukan tanah menyerupai bukit, tertutupi deretan kios dan warung. Seorang Ibu penjaga warung menunjuk seberang jalan arah makam. Dari jalan sempit yang penuh material bangunan, akhirnya ATJEHPOSTcom menemukan makam kuno yang telah ada sejak zaman Kerajaan Aceh dulu.
Makam ini berada di bawah pohon besar yang meneduhinya. Arealnya tak luas. Dibatasi pagar besi yang memisahkannya dengan rumah warga. Di sekitarnya terdapat beberapa kandang ternak peliharaan. Kotorannya tersebar hingga mengeluarkan bau tak sedap.
Di dalam komplek terdapat 15 makam dengan ukuran dan jenis nisan berbeda. Seperti bulat persegi atau nisan pipih bersayap subang.
Sebuah prasasti dari tembaga menjelaskan singkat sejarah Raja Reubah. Ia adalah perantau dari Malaysia yang bersikeras ingin bertemu dengan Sultan Iskandar Muda. Akhirnya beliau dinikahkan dengan saudara sepupu Sultan dan dipercayai menguasai sebagian wilayah Aceh.
Beruntung ATJEHPOSTcom bertemu dengan Cut Kasmawati, 56 tahun, yang ternyata pemilik tanah ini. Sejak awal 1980-an ia telah mendiami Desa Lamlagang. Tanah makam dan lahan sekitarnya mencapai beberapa ratus meter merupakan warisan dari keluarganya. Ibu Cut juga termasuk keturunan dari Sultan Alaidin Muhammad Daud Syah.
“Menurut cerita orang-orang dulu, Raja Reubah seorang perantau dari Malaysia. Sepulang dari Mata Ie ia jatuh dan meninggal di sekitar daerah sini. Trus diambil sama gajah, lalu digaruk ditutupi dengan tanah,” ujarnya.
Ia juga menambahkan, akibat jatuh dan meninggal dunia maka banyak masyarakat saat itu menyebutnya Raja Reubah, yang dalam bahasa Aceh reubah berarti jatuh.
“itu cerita orang zaman dulu,” lanjutnya.
Ibu Cut juga mendapat informasi jika nama Raja Reubah sebenarnya Abdullah. Ia juga disebut dengan nama Raja Raden.
Berdasarkan literasi di atjehpusaka.blogspot.com yang dikutip ATJEHPOSTcom dijelaskan, nama lainnya adalah Sulthan Abdullah Ma’ayat Syah, Raja muda dari Johor.
Keadaan makam saat ini sedikit terawat, walaupun beberapa batu nisan terkikis dan mulai rubuh tenggelam akibat tanah pasir yang rapuh. Banyaknya makam di sini menyulitkan pengunjung untuk mengetahui lebih dekat nisan Raja Reubah. Terlebih tidak ada keterangan nama yang lebih rinci. “Batu nisannya kan ukiran Arab Melayu, jadi Ibu nggak tahu yang mana makam Raja Reubahnya,”
Ia juga menambahkan, makam ini dipugar pemerintah sejak beberapa tahun lalu. “Tanahnya masih milik Ibu, jadi sehari-hari Ibu yang membersihkan makam ini,”
Walaupun sedikit terasing dan tertutupi dengan warung-warung di depannya, Ibu Cut mengaku kerap menerima kunjungan wisatawan yang ingin melihat makam lebih dekat. Biasanya wisatawan asal Malaysia yang kerap bertandang.
“Ibu berharap mudah-mudahan dibangun sebuah balee di sini. Jadi wisatawan yang datang bisa berteduh sambil berdoa,” ujarnya.
Harapan yang sama juga ia lontarkan agar komplek makam ini dipayungi sebuah tenda besar serupa gazebo agar batu nisan makam tidak rusak terkena terik dan hujan. Terlebih letaknya di gundukan tanah landai yang rapuh.
“Coba lihat, tanahnya makin lama makin menurun. Jadi batu nisannya udah seperti tergantung,” ujarnya menunjuk satu batu nisan yang tanah bawahnya terkikis hujan.[] ihn
Ramainya Lamlagang siang ini ternyata tak terasa di komplek makam Raja Reubah, makam kuno yang berada di tengah kebisingan kota, di Kecamatan Banda Raya.
Walaupun letaknya tak jauh dari jalan utama Residen Danubroto, namun mencari makam ini terbilang sulit. Letaknya di tengah gundukan tanah menyerupai bukit, tertutupi deretan kios dan warung. Seorang Ibu penjaga warung menunjuk seberang jalan arah makam. Dari jalan sempit yang penuh material bangunan, akhirnya ATJEHPOSTcom menemukan makam kuno yang telah ada sejak zaman Kerajaan Aceh dulu.
Makam ini berada di bawah pohon besar yang meneduhinya. Arealnya tak luas. Dibatasi pagar besi yang memisahkannya dengan rumah warga. Di sekitarnya terdapat beberapa kandang ternak peliharaan. Kotorannya tersebar hingga mengeluarkan bau tak sedap.
Di dalam komplek terdapat 15 makam dengan ukuran dan jenis nisan berbeda. Seperti bulat persegi atau nisan pipih bersayap subang.
Sebuah prasasti dari tembaga menjelaskan singkat sejarah Raja Reubah. Ia adalah perantau dari Malaysia yang bersikeras ingin bertemu dengan Sultan Iskandar Muda. Akhirnya beliau dinikahkan dengan saudara sepupu Sultan dan dipercayai menguasai sebagian wilayah Aceh.
Beruntung ATJEHPOSTcom bertemu dengan Cut Kasmawati, 56 tahun, yang ternyata pemilik tanah ini. Sejak awal 1980-an ia telah mendiami Desa Lamlagang. Tanah makam dan lahan sekitarnya mencapai beberapa ratus meter merupakan warisan dari keluarganya. Ibu Cut juga termasuk keturunan dari Sultan Alaidin Muhammad Daud Syah.
“Menurut cerita orang-orang dulu, Raja Reubah seorang perantau dari Malaysia. Sepulang dari Mata Ie ia jatuh dan meninggal di sekitar daerah sini. Trus diambil sama gajah, lalu digaruk ditutupi dengan tanah,” ujarnya.
Ia juga menambahkan, akibat jatuh dan meninggal dunia maka banyak masyarakat saat itu menyebutnya Raja Reubah, yang dalam bahasa Aceh reubah berarti jatuh.
“itu cerita orang zaman dulu,” lanjutnya.
Ibu Cut juga mendapat informasi jika nama Raja Reubah sebenarnya Abdullah. Ia juga disebut dengan nama Raja Raden.
Berdasarkan literasi di atjehpusaka.blogspot.com yang dikutip ATJEHPOSTcom dijelaskan, nama lainnya adalah Sulthan Abdullah Ma’ayat Syah, Raja muda dari Johor.
Keadaan makam saat ini sedikit terawat, walaupun beberapa batu nisan terkikis dan mulai rubuh tenggelam akibat tanah pasir yang rapuh. Banyaknya makam di sini menyulitkan pengunjung untuk mengetahui lebih dekat nisan Raja Reubah. Terlebih tidak ada keterangan nama yang lebih rinci. “Batu nisannya kan ukiran Arab Melayu, jadi Ibu nggak tahu yang mana makam Raja Reubahnya,”
Ia juga menambahkan, makam ini dipugar pemerintah sejak beberapa tahun lalu. “Tanahnya masih milik Ibu, jadi sehari-hari Ibu yang membersihkan makam ini,”
Walaupun sedikit terasing dan tertutupi dengan warung-warung di depannya, Ibu Cut mengaku kerap menerima kunjungan wisatawan yang ingin melihat makam lebih dekat. Biasanya wisatawan asal Malaysia yang kerap bertandang.
“Ibu berharap mudah-mudahan dibangun sebuah balee di sini. Jadi wisatawan yang datang bisa berteduh sambil berdoa,” ujarnya.
Harapan yang sama juga ia lontarkan agar komplek makam ini dipayungi sebuah tenda besar serupa gazebo agar batu nisan makam tidak rusak terkena terik dan hujan. Terlebih letaknya di gundukan tanah landai yang rapuh.
“Coba lihat, tanahnya makin lama makin menurun. Jadi batu nisannya udah seperti tergantung,” ujarnya menunjuk satu batu nisan yang tanah bawahnya terkikis hujan.[] ihn
Tidak ada komentar:
Posting Komentar